Sabtu, 21 Mei 2011

Tiga Pupuk Meraih Takwa

        Untuk mendapat takwa memang tidak mudah. Namun kalau ada upaya yang sungguh-sungguh, maka kita akan bisa meraihnya.
         Hal itu disampaikan oleh ketua IMHI, Abdul Wakit, sewaktu mengisi tausiah di hadapan Pengurus Pusat IMHI di masjid Aqshol Madinah Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya pada kamis, 19 mei 2011
Takwa, katanya, merupakan sebuah kata yang memang harus diperjuangkan. Karena ia merupakan sebuah bekal kita untuk kehidupan kita di akhirat.
             Rasulullah bersabda, "Ad-dunyaa, mazro'atun lil-aakhiroh" (Dunia adalah ladang untuk akhirat. Artinya, kita disuruh untuk menanam sebanyak-banyaknya pohon amal di dunia, sehingga dengan pohon-pohon tersebut kita bisa memetik buahnya dan bisa kita jadikan bekal untuk akhirat. Namun ingatlah, sebaik-baik bekal adalah takwa.
         Lalu dia pun menjelaskan apa itu takwa.
        Menurut Imam Ar-Roghib Al-Asfani, takwa adalah sebuah upaya dalam rangka meninggalkan suatu perkara yang dilarang dan perkara-perkara yang tidak dilarang (mubah).
        Yang perlu ditekankan di sini adalah, untuk mencapai takwa tidak cukup melaksanakan perintahnya. Namun harus juga meninggalkan larangan-Nya. Hal ini penting, karena kebanyakan manusia lebih fokus dan senang mengerjakan perintah-Nya dan cenderung kurang suka meninggalkan larangan-Nya. Oleh karena itu Rasulullah Saw mewanti-wanti hal ini.
       Beliau bersabda;"Tidak disebut bertakwa jika tidak meninggalkan yang dilarang. Bahkan, meninggalkan sesuatu yang tidak dilarang".
       Selanjutnya dia menjelaskan bahwa kalau kita menginginkan hasil panen tanaman kita baik dan banyak, maka mestinya merawatnya dengan baik dan memberinya pupuk secara rutin. Begitu juga dengan takwa. Untuk bisa meraihnya, kita bisa memupuknya. Sehingga dengan pupuk itu takwa bisa kita raih. Setidaknya ada tiga jenis pupuk untuk menumbuhkembangkan takwa.
       Pupuk yang pertama adalah roja' (mengaharap). Kita berharap, bahwasanya Allah akan menolong kita. Kita berharap, kita akan masuk surga. Kita juga berharap agar amalan-amalan kita diterima oleh Allah. Pengharapan kita hanya untuk Allah, bukan untuk yang lain.
        Pupuk yang kedua adalah khouf (takut). Yang dimaksud bukan takut pada manusia, tetapi takut pada Allah. Takut berbuat dosa dan takut jika dosa kita tidak diampuni oleh Allah.
        Adapun pupuk yang ketiga adalah muroqobatullah (merasa diawasi Allah). Muroqabatullah ini sangan penting. Dengannya, kit akan berhati-hati dalam bertindak. Setiap kita beraktivitas, kita akan merasa bahwasanya Allah melihat kita. Sehingga, kita pun akan aman dari musuh kita, yaitu syaitan.
         Sebelum tausiah diakhiri, dia memberikan penekanan, bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa. Sebagaimana Allah berfirman. "Inna akromakum 'indallaahi atqookum."(Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa)
          Setelah tausiah selesai, kemudian dibicarakan agenda-agenda penting terkait program IMHI. Di antara yang dibahas ialah persiapan mengikuti lomba yang diadakan DISPORA ( Dinas Pemuda dan Olahraga) Surabaya dalam rangka memperingati hari ulang taun Surabaya ke-718. Dalam perlombaan yang akan diadakan pada tanggal 23, 24, 25, dan 26 Mei 2011 di Kapas Krampung Plaza Surabaya ini, IMHI akan mengikuti 2 jenis lomba. Yaitu lomba musik religi (nasyid dan hadrah) dan pameran kelompok usaha pemuda produktif (KUUP).
          Ketua IMHI, Abdul Wakit, mengharapkan kepada peserta utusan perwakilan IMHI bisa memenangi perlombaan tersebut, karena IMHI sendiri berlatar belakang pesantren.

Baca Selengkapnya......

Kamis, 19 Mei 2011

Bermodal Keunikan

Oleh : Abdul Wakit (Ketua IMHI) 

    Jutaan makhluk yang hidup di bumi semesta ini. Dengan bebagai tekstur kulit yang indah dan ‎bentuk yang unik membuat manusia terpikat dan terpukau dengannya. Kita stress, merasa ‎kehilangan apabila hewan kesayangan kita mati atau bahkan ada yang sampai bunuh diri.
‎        Astaghfirullah..........hanya orang-orang yang tak punya akal saja yang akan berani mengambil ‎keputusan sebijak itu.Semuanya memiliki keunikan dan keindahan tersendiri ‎ Akan tetapi, makhluk yang paling unik dan indah itu adalah manusia. 
        Manusia adalah makhluk yang unik, ‎makhluk yang memiliki kompleksitas yang rumit atau ada juga yang menyebutnya manusia adalah ‎makhluk multidimensi. Allah swt berfirman dalam alqur’an yang artinya: “Sungguh, Kami ciptakan ‎manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (Qs At-Tin : 4) ‎
        Setuju atau tidak, memang itu benar adanya. Manusia adalah makhluk biologis atau fisiologis ‎dan manusia juga makhluk psikologis. Manusia disatu sisi punya sifat individualis disisi lain manusia ‎tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia disaat tertentu selalu berfikir rasional dan pada ‎kesempatan yang lain manusia juga berfikir irasional. Masih banyak sebetulnya dimensi-dimensi ‎yang melekat pada diri manusia kalau kita mau menelusurinya lebih jauh lagi, yang jelas manusia ‎adalah mekhluk multidimensi yang tidak akan pernah ditemukan pada seluruh mahkluk yang ada di ‎semesta alam ini.‎
       Ketika manusia punya semua keunikan itu apa yang harus manusia perbuat? Berangkat dari ‎pertanyaan ini maka jawabanya hanya satu yaitu berkaya. Sudahkah kita berkarya atau lebih jauh ‎lagi, karya apa saja yang telah kita hasilkan sejak kita lahir ke semesta alam ini? kebanyakan dari ‎jawaban anak manusia itu sangat simpel “ada dech..!” atau barangkali kalaupun ada bisa dihitung ‎dengan jari, tak sebanding dengan modal keunikan yang dipunyai dengan hasinya. Maka meminjam ‎kata-kata dari seorang pembisnis hal yang semacam itu dinamakan defisit. Artinya manusia dalam ‎kerugian yang nyata.‎
             ‎ Lalu bagaimana sikap anak manusia ketika terjadi defisit dalam hidupnya. Salah satu solusi ‎yang paling ampuh saya kira adalah reorientasi hidup, mengenali, megingat dan me_refresh kembali ‎apa tujuan kita lahir ke semesta alam ini dan kemana ending dari sebuah perjalanan panjang anak ‎manusia. Kalau reorientasi belum bisa menghasilkan karya-berikutnya. Maka perlu kita tanyakan ‎apa yang terjadi dengan kamu anak manusia.‎
       Sungguh hanya dengan karya-karya yang kita hasilkan saja yang dapat kita jadikan bekal ‎dalam pejalanan yang saat itu tidak ada kesempatan lagi untuk berkarya. Wahai anak manusia ‎berkaryalah, ukir hari-harimu dengan modal keunikan yang kamu miliki. Agar tidak menyesal ‎kemudian. Pada saatnya nanti orang sekitarmu menikmati karyanya smentara kamu hanya berdiri ‎mematung sambil mengemut telunjukmu sendiri lantaran tak ada karya sedikitpun yang dapat ‎kamu nikmati. Wallahu a’lam bisshawab

Baca Selengkapnya......

Minggu, 15 Mei 2011

Budaya Ilmu dan Kemenangan Islam

       Kalau orang-orang Islam di zaman sekarang mau menjadi pemenang, maka hendaklah menjadikan kegiatan belajar sebagai aktivitas yang membudaya. Itulah pesan yang disampaikan oleh Ustadz Cholis akbar ketika mengisi Kajian Ilmiah yang diselenggarakan oleh Depertemen Dakwah dan Pendidikan IMHI di kantor majalah Suara Hidayatullah Surabaya pada Jum’at (13/5).
           Dulu, katanya, tatkala Islam terkalahkan oleh pasukan salib, Imam Gazali uzlah dan merenung bagaimana caranya agar Islam ini menang. Dia melihat, seluruh elemen mayarakat tertimpa penyakit dan sulit disembuhkan, sehingga wajar pasukan Islam dicerai beraikan oleh tentara salib. Akhirnya Imam Gazali berkesimpulan, bahwa solusi terbaik ialah memperkuat diri yang dimulai dari ilmu. Hal itu dia lakukan dengan membina masyarakat dan membangun madrasah-madrasah. Dia juga mengarang kitab Ihya’ Ulmuddin (Menghidupkan Ilmu Agama) yang kemudian menjadi kitab fenomenal di dunia Islam.
       Makanya tidak mengherankan, bertahun-tahun kemudian lahirlah generasi emas yang mampu meluluh lantakkan pasukan salib. Di antara tokoh yang lahir berkat upaya yang dilakukan Imam Gazali ini adalah Shalahuddin Al-Ayyubi, tokoh pembebas Palestina. Namun, lanjut ustadz Cholis, sebenarnya yang memiliki kualitas keislaman yangb baik tidak hanya Shalahuddin Al-Ayyubi. Ada sekitar 5.000 orang yang hidup di masa itu yang memiliki kualitas sama dengan Shalahudin Al-Ayyubi.
         Hal ini menunjukkan bahwa membangun budaya ilmu sangat penting untuk kejayaan Islam. Islam bisa bangkit dari keterpurukan dengan membangun tradisi ilmu terlebih dahulu.
         Ustadz yang merupakan salah satu senior wartawan majalah Suara Hidayatullah ini pun menjelaskan, mengapa Gaza sampai sekarang tetap bertahan, tidak bisa dihancurkan oleh Israel. Di Gaza, katanya, budaya ilmu tercipta. Membaca dan menghafal Al-Quran menjadi kebiasaan para pemudanya. Ibadahnya pun tidak ketinggalan, termasuk sholat tahajjud.
         Beliau juga memaparkan fakta, bahwa ustadz Abdullah Sa’id, selaku pendiri Hidayatullah memiliki kecintaan yang luar biasa terhadap ilmu. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya buku yang dia baca. Oleh karena itu, ustadz yang sekarang mendapat amanah sebagai Redaktur Pelaksana hidayatullah.com ini menghimbau kepada para mahasiswa yang hadir agar bisa mencontoh beliau.
        Selain itu, ustadz Cholis juga memberikan triger kepada mahasiswa agar bisa menjadi penerus Islam yang bisa menjadikan Islam jaya, tidak terpuruk. Mahasiswa harus bisa melawan musuh-musuh Islam. Musuh-musuh Islam di era sekarang, katanya, memerangi Islam dengan sangat halus. Contoh kecil, ialah, Barat mulai berhasil mengahapus kata JIHAD dan I’DAD di dunia Islam. Berbicara sedikit saja tentang jihad, maka akan dianggap teroris. Padahal kunci kemenangan Islam terletak pada keduanya.
          Kajian Ilmiah IMHI pada pertemun ini bertema “Budaya Ilmu di Hidayatullah (Studi Komparatif Pendiri Hidayatullah (ustadz Abdullah Sa’id ) dan Kultur Jama’ah)”. Mahasiswa yang hadir merupakan Pengurus Pusat IMHI, perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STAIL, Lembaga Dakwah Kampus (LDK) STAIL, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Dakwah STAIL, dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Tarbiyah STAIL. Kajian yang mengupas tema-tema seputar mahasiswa dan Hidayatullah ini diagendakan setiap bulan sekali dan bertempat di kantor majalah Suara Hidayatullah suarabaya.



Baca Selengkapnya......

Jadilah Man Of Action, bukan Man of Idea

       Pada Kamis, 5 Mei 2011, Pengurus Pusat IMHI yang berlokasi di Surabaya kembali mengadakan halaqoh tausiah mingguan di Masjid Aqshol Madinah Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya. Halaqoh yang agendanya adalah tausiah dari salah satu dari Pengurus ini hanya diikuti oleh para Pengurus Pusat.
       Adapun yang mendapat amanah pada hari itu adalah Muhammad Luqmanul Hakim. Dalam tausiahnya, Luqman menjelaskan pentingnya beramal setelah kita beriman dan berilmu.
          Dalam Al-quran, katanya, kata ‘amal’ selalu bergandengan dengan kata ‘iman’. Dalam surat al-‘ashr, misalnya, ada ayat yang berbunyi, “Illalladziina aamanuu wa’amilus shoolihaati ….” (“kecuali orang-orang yang beriman beriman dan beramal shaleh….). Ini menandakan bahwa, orang yang beriman haruslah beramal, karena kalau tanpa amal, maka imannya tak akan berguna.
          Itulah pentingnya amal, melaksanakan apa-apa yang kita yakini dan apa yang kita ketahui. Setelah beriman dan setelah berilmu, maka langkah selanjutnya adalah mengamalkan. Kalau tidak, ibarat pohon yang tidak berbuah. Tidak ada manfaatnya bagi kehidupan. Dalam hal ini, terdapat hadits yang mengatakan, “Al-‘ilmu bilaa ‘amalin kas syajari bilaa tsamarin”. Artinya, “Ilmu tanpa ‘amal, seperti pohon tanpa buah”.
         Salah satu latar belakang berdirinya Hidayatullah, lanjutnya, adalah ada kaitannya dengan hal ini. Selama ini, Islam hanya terlihat indah dalam wacana dan teori, tapi belum mewujud dalam kehidupan nyata.
Penjelasan mengenai Islam melalui buku-buku, lewat ceramah, dalam bentuk teori sudah cukup banyak. Akan tetapi yang diperlukan mendesak ialah wujud praktiknya yang bisa disaksikan langsung di lapangan.
          Ustadz Abdullah sa’aid selaku pendiri Hidayatullah pun, telah mempraktekkan konsep ini. Sampai-sampai Prof. Dr. M. Amin Rais, Mantan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah dan Mantan Ketua MPR-RI, mengatakan bahwa ustadz Abdullah Sa’id adalah man of action, bukan man of idea. Maksudnya, ustadz bukanlah orang yang hanya pandai memiliki ide dan gagasan, namun juga orang yang pandai mewujudkan apa yang telah digagas. Berdirinya Pondok Pesantren Hidayatullah yang akhirnya tersebar di seluruh daerah di Indonesia, adalah salah satu buktinya.
           Agenda halaqoh tausiah ini diselenggarakan untuk memperkuat barisan internal pengurus. Dengan harapan, IMHI ke depan bisa lebih baik dan lebih jaya. Adapaun halaqoh lain yang bersifat rutin ialah halaqoh muhasabah yang diadakan setiap selasa pagi, dan halaqoh quran yang diadakan setiap rabu pagi.

Baca Selengkapnya......