Sabtu, 30 April 2011

Kita Golongan Mana?

                Kita hendaknya memuhasabahi diri. Apakah sudah benar keislaman kita? Jangan-jangan kita meniru perilaku orang kafir dan Munafik.
              Pesan itu disampaikan oleh Irsyad, salah satu Pengurus Pusat IMHI di masjid Aqshol Madinah Pesantren Hidayatullah Surabaya pada Rabu, 27 April 2011. Hal ini dia utarakan ketika mendapat amanah mengisi tausiah kepada Pengurus Pusat IMHI yang lain.

         Manusia, lanjutnya, terbagi menjadi 3 golongan. Yaitu golongan kanan, golongan kiri, dan golongan antara golongan kanan dan kiri.

      Golongan kanan ialah orang-orang yang beriman. Beriman kepada Allah, Rasulullah, surga, neraka, dan hal gaib lainnya. Mereka juga mendirikan sholat dan menunaikan zakat.

            Allah telah menyebutkan cirri-ciri golongan kanan  ini dalam kitab-Nya surat Al-Baqoroh ayat 3:

     “(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan sholat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka”.
            Adapun golongan kiri adalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah. Merka adalah orang-orang yang meningkari perintah-Nya dan tidak membenarkan risalah yang Rasulullah bawa. Mereka adalah orang-orang  kafir, orang-orang yang memiliki cara berpikir, cara memandang, dan berperilaku menentang Allah. Mereka keadaannya seperti itu terus, walaupun mereka sudah diberi peringatan. Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, Engkau (Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman”. (QS. Al-Baqoroh: 6).
            Sementara untuk golongan antara kanan dan kiri alias golongan abu-abu bin gak jelas, adalah orang-orang munafik. Ketika bertemu orang beriman, mereka mengaku beriman. Namun kalau bertemu orang kafir, mereka pun mengaku kafir. Namun hakikatnya, hati mereka memang kafir. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang beriman. Namun sebenarnya, mereka menipu diri mereka sendiri. Allah mengabarkan hal itu kepada kita dalam firman-Nya:
            “Mereka menipu Allah dan dan orang-orang yang beriman. Padahal, mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari” (QS. Al-Baqoroh: 9)
            Sebelum menutup tausiahnya, Irsyad pun membuat kesimpulan, bahwa kita harus berhati-hati dan sering memuhasabahi keimanan kita. Apa sudah benar kita termasuk golongan golongan kanan? Atau malah, perilaku kita mengirip orang kafir dan munafik. “Hendaknya kita sering-sering memuhasabahi sendiri”, pungkasnya.
            Kegiatan yang diadakan setiap  Rabu pagi ba’da subuh ini bersifat internal, yaitu hanya diikuti oleh Pengurus Pusat IMHI. Setiap pengurus wajib memberikan tausiah sesuai dengan jadwalnya masing-masing. Hal ini bertujuan, agar tercipta budaya saling mengingatkan, disamping dijadikan sebagai ajang latihan untuk berdakwah di masyarakat.
           
            

Baca Selengkapnya......

Kamis, 28 April 2011

“SUKSES” BERCERMIN PADA KERANG

Oleh Khairul umam
(Mahasiswa STAIL)


Barang siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin maka beruntunglah orang tersebut, barang siapa yang hari ini sama dengan kemarin maka termasuk orang yang rugi, dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin maka termasuk orang yang celaka, begitulah Sabda Nabi Muhammad SAW. Dalam salah satu haditsnya. 

Percayalah…..!
Sukses, merupakan impian bagi setiap orang yang sempurna akalnya. Namun, anehnya masih banyak orang yang tidak percaya dengan potensi yang dimiliki dirinya sendiri, justru lebih percaya dan bangga dengan kemampuan orang lain. Sehingga begitu melihat orang lain sukses dan berkembang mereka minder, merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan orang lain, seakan tidak percaya bahwa Tuhan menganugrahkan akal yang dapat digunaka untuk berfikir. Padahal dalam Islam sendiri mengatakan bahwa manusia itu memiliki potensi dasar (fitrah) yang berupa Insting, Nafs, Krakterstik, Hereditas, Intuisi dan Bakat. Menurut baratpun menilai manusia itu tidak jauh berbeda dengan Islam, mereka berpendapat bahwa manusia itu adalah mahluk yang aktif, artinya mahluk itu merupakan mahluk yang di dalam dirinya terdapat kecendrungan dan naluri untuk membentuk dirinya (LANGVELD).

Baca Selengkapnya......

Rabu, 27 April 2011

Terbelenggu Masa Lalu

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami ialah Allah,’ kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-Ahqaaf [46]:13-14)
Setiap manusia terlahir dalam keadaan merdeka, bahkan merdeka dari kehendak ibu yang melahirkannya. Seorang ibu tidak bisa mengatur kapan bayinya lahir, siang atau malam, sekarang atau besok. Jika sang bayi hendak lahir jam satu malam, maka lahirlah jabang bayi itu pada jam tersebut, sekalipun sang ayah harus pontang-panting mencari kendaraan untuk mengantar ke rumah sakit, meskipun sang ibu lagi asyik-asyiknya tidur, sekalipun dokter dan bidan sedang terlelap tidur.
Kemerdekaan yang menjadi hak semua manusia itu sering terkikis seiring dengan perjalanan waktu. Semakin dewasa bertambah banyak penjara atau belenggu yang mengekang kebebasannya. Lebih aneh lagi, ternyata sebagian besar penjara itu dibuat oleh mereka sendiri. Penjara-penjara itu diciptakan oleh pikiran mereka sendiri.

Baca Selengkapnya......

Trik Menjadi Pemimpin berkualitas

Oleh Luqman Hakim
(Mahasiswa STAIL)

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak menciptakan khalifah di bumi’. Mereka berkata:’Apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?’ Dia berfirman:’Aku menegetahui apa yang tidak kamu ketahui’. (QS.Al-baqoroh:30)
Ayat di atas mengabarkan kepada kita, bahwa setiap manusia dilahirkan untuk menjadi pemimpin. Tidak sekedar beberapa orang saja, melainkan setiap orang. Setiap manusia adalah pemimpin. Coba kita hayati hadits berikut, “Setiap kalian adalah pemimpin. Dan setiap kalian akan ditanyakan tentang kepemimpinannya”(Al-hadits).
Oleh karena itu, betapa urgen mempelajari dunia kepemimpinan (leadership).Kalau kita tidak mengenal lebih mendalam, bisa-bisa kita tidak bisa menjadi pemimpin yang baik dan berkualitas. Lantas, bagaimana cara untuk menjadi pemimpin yang baik lagi berkualitas?
Setidaknya, ada 3 hal penting yang insyaAllah sangat bermanfaat untuk kita ketahui, agar kita bisa menjadi pemimpin yang baik dan berkualitas. Agar kita bisa melaksanakan tugas yang Allah berikan kepada kita –yaitu menjadi pemimpin- dengan sebaik-baiknya. Karena, mau tidak mau, kita akan ditanya tentang “kepemimpinan” kita.
Mengelola Waktu
Yang pertama adalah pandai mengelola waktu. Pemimpin yang baik haruslah bisa mengelola waktunya dengan baik. Tanpa penguasaan terhadap waktu, seseorang tidak bisa dikatakan pemimpin yang baik.
Islam sungguh sangat menghargai waktu. Bahkan, dalam Al-Quran Allah bersumpah dengan waktu. ‘Wal ‘ashr’. ‘Demi Waktu’, firman Allah. Ini menandakan bahwa, waktu teramat penting. Namun sayangnya, banyak manusia menyia-nyiakan dan melupakan nikmat Allah berupa waktu. Rasulullah sendiri menyampaikan hal ini dalam haditsnya, ”2 nikmat yang banyak manusia lupa ialah nikmat sehat dan nikmat sempat” (Al-hadits). Nikmat sempat itu tidak lain adalah nikmat waktu yang Allah berikan kepada kita.
Pernah suatu ketika tatkala di majlis ilmu, Imam Ghazali bertanya kepada murid-muridnya, “ Wahai murid-muridku, menurut kalian, apa yang terdekat dengan kita?” Murid-muridnya pun menjawab dengan jawaban yang beragam. Ada yang mengatakan, “Yang terdekat dengan kita adalah orang tua kita wahai syeikh”. Yang lain menjawab, “Kalau menurut saya, yang terdekat dengan kita adalah anak kita”. Dan masih banyak jawaban lain dari para muridnya. Lantas Imam Ghazali mengatakan, “Jawaban kalian benar, tapi ada yang lebih dekat dengan kita daripada itu semua, yaitu kematian. Kematian itu datang secara tiba-tiba, tanpa diundang dan tanpa diperkirakan sebelumnya. Bisa saja ia datang menjemput kita bulan depan, atau bisa juga pekan depan, atau habis majlis ini nyawa kita diambil. Jadi, ia begitu dekat dengan kita. Maka persiapkan diri kalian menghadapi kematian itu”.
Para muridnya pun mengangguk-angguk pertanda mengiyakan. Selanjutnya Imam Ghazali mengajukan pertanyaan lagi,”Sekarang menurut kalian, apa yang terjauh dengan kita?” Mendapatkan petanyaan seperti itu, kembali murid-muridnya menjawab dengan jawaban yang berbeda. Ada yang mengatakan yang terjauh adalah matahari. Ada yang mengatakan langit, bulan, dan lain-lain. Namun Imam Ghazali pun menimpali, “Kalian benar, tapi ketahuilah, sesungguhnya yang terjauh dari kita adalah waktu yang telah lewat. Walaupun kita berlari sekencang mungkin, atau menggunakan kendaraan apapun, kita tidak akan pernah sampai padanya. Karena waktu yang kita habiskan sungguh teramat jauh. Maka dari itu, gunakanlah waktu dengan sebaik-baiknya”.
Begitulah hakikat waktu. Sungguh sangat penting mengelolanya dengan sebaik mungkin, agar kita bisa menjadi pemimpin yang baik dan berkualitas. Namun sebenarnya, hakikat mengelola waktu adalah mengelola diri kita. Bukan kita yang mengatur waktu, karena waktu memang waktu tidak bisa diatur-atur. Caranya ialah, kita berusaha sebaik mungkin mengatur diri, agar waktu yang ada termanfaatkan dengan baik, tidak terbuang percuma.
Terkait pengelolaan waktu ini, penting kiranya kita mencontoh para pemimpin dunia. Mereka menggunakan waktu sebaik mungkin. Tak ada waktu kosong yang tersia-siakan. Bahkan, mereka sedikit sekali menghabiskan waku untuk tidur. Sebutlah contoh Rasulullah, pemimpin nomor satu di dunia, pemimpin yang menjadi teladan bagi pemimpin-pemimpin lainnya. Untuk tidur, beliau hanya butuh waktu 3 sampai 4 jam dalam sehari. Tidak banyak. Cobalah bandingkan dengan kita. Sudahkah kita mencontoh Rasulullah? Sudahkah kita tidur dalam sehari hanya 3-4 jam?
Bermanfaat bagi Orang Lain
Hal penting kedua yang seharusnya diketahui oleh kita untuk menjadi pemimpin yang baik dan berkualitas ialah, menjadikan konsep “bermanfaat bagi orang lain” sebagai prinsip hidup. Kita hidup di dunia, dalam rangka memberikan manfaat kepada orang lain. Memberi manfaat sebanyak-banyaknya.
Rasulullah bersabda, “Khoirun naas anfa’uhum linnaas”. “Sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”.(Al-hadits).
Dari sini, kita memuhasabahi diri kita. Sudah berapa banyak manfaat yang kita berikan kepada orang lain? Atau, selama ini, kita malah lebih banyak memberikan kerugian daripada memberikan manfaat. Jangan-jangan, keberadaan kita sama dengan ketiadaan kita. Jangan-jangan, hidup kita di dunia tidak ada manfaatnya sama sekali. Pepatah arab mengatakan, “wujuuduhu ka’adaamihii”.”Keberadaannya sama dengan ketiadaannya”. Na’udzubillaahi min dzaalik. Tsumma na’udubillaahi min dzaalik.
Dengan berprinsip seperti ini, yaitu memimpin karena prinsip kemanfaatan, maka kita pun bisa mencapai predikat sebagai pemimpin yang baik dan berkualitas di mata Allah. Karena, setiap langkah kaki yang kita tapakkan, setiap kata yang keluar dari lisan, dan segala tindak-tanduk kita, digunakan untuk memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada manusia yang lain. Khoirun naas anfa’uhum linnaas.
Inspiratif
Yang ketiga adalah, menjadi pemimpin yang inspiratif. Untuk poin yang ketiga ini, lebih masuk ke tataran aplikatif. Kalau kita mau menjadi pemimpin yang baik dan berkualitas, penting mengetahui hal ini. Setelah mengetahuinya, bisa kita praktekkan.
Seorang pemimpin bisa dikatakan baik, ketika bisa mempengaruhi orang yang dipimpinnya. Pengaruh yang menjadikan orang yang dipimpin merasa enjoy dan nyaman, sehingga mau berjuang bersama. Ketika diperintah oleh sang pemimpin, ia sadar bahwa itu adalah kebaikan. Ia akan melakukan perintah dengan senang, tidak terpaksa, dan tidak mengharap hadiah dari pemimpin. Inilah pemimpin yang inspiratif. Inilah pemimpin yang berkualitas.
Memang berat untuk menjadi pemimpin yang seperti ini. Tidak mudah. Namun tidak mudah bukan berarti tidak bisa. Dalam hal ini, Rasulullah adalah contoh utama. Para sahabat ketika diperintah oleh Rasulullah, maka dengan mantap hati mereka berujar, “Sami’naa waatho’naa”. “Kami mendengar dan kami taat”. Oleh karena itulah, perlu sekali kita mencontoh beliau.
Akhirnya, semoga kita semua bisa menjadi pemimpin yang baik. Pemimpin yang berkualitas. Pemimpin yang amanah. Pemimpin yang bisa mempersembahkan yang terbaik kepada Allah. Kita semua. Ya, kita semua. Karena setiap kita adalah pemimpin. Wallahua’lam.

Baca Selengkapnya......

Minggu, 24 April 2011

Ustadz Rohim: Belajarlah dari Kesungguhan para Pendahulu

Untuk bisa mencapai apa yang diinginkan mahasiswa harusnya bergairah, yaitu memiliki semangat yang tinggi. Kalau tidak, maka keinginan tidak akan bisa tercapai.
Pesan itu disampaikan oleh salah satu perintis Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya, ustadz Rohim, ketika Pengurus Pusat IMHI bersilaturrahim ke kediamannya di komplek perumahan Bumi Madina Asri (BMA) Surabaya pada Ahad (24/4)
Menurut ustadz yang sekarang diamanahi menjadi Direktur Niaga Majalah Hidayatullah ini, agar bisa menambah ghiroh mahasiswa harus pandai-pandai memacu semangat. Misalnya, dengan mengadakan kegiatan rutin.
“Cobalah minimal seminggu sekali atau maksimal sebulan sekali diadakan kegiatan yang bisa memacu semangat’, kata beliau.
Ustadz Rohim menambahkan, mahasiswa harus banyak-banyak belajar dari para pendahulu, yaitu ustadz-ustadz yang merintis Hidayatullah. Dari mereka kita bisa melihat, betapa gigih perjuangan mereka.
Keinginan mereka untuk berislam dan mencari ilmu sangatlah besar. Mereka juga siap untuk terjun berdakwah di masyarakat. Walau mungkin, secara keilmuan dan pengalaman mereka kurang.
Beliau mencontohkan, dulu pada awal-awal, setiap kader diberi amanah untuk mengisi khutbah di masjid-masjid. Setiap mereka harus siap melaksanakan amanah ini. Akhirnya, dengan segala daya upaya mereka belajar dan langsung mempraktekkannya. Tentunya kalau tidak memiliki semangat, tidak bergairah, mereka tidak akan bisa melaksanakan amanah tersebut.
Makanya beliau pun memberi saran kepada IMHI agar bisa mengadakan program mengisi khutbah di beberapa masjid. Karena sebagai pembelajaran, masjid yang dijadikan tempat khutbah tidak perlu yang besar.
“Masjidnya tidak perlu yang besar-besar. Yang kecil-kecil dulu”, terang beliau.
Ustadz Rohim juga memberikan saran-saran lainnya kepada IMHI. Misalnya, diadakan latihan keterampilan kepemimpinan, setiap kamar di asrama diupayakan ada majalah hidayatullah terbaru, dan lain-lain.
Agenda silaturrahim yang diadakan oleh pengurus Pusat IMHI ini dalam rangka menguatkan internal pengurus. Rencananya, kegiatan silaturrahim seperti ini akan diadakan secara rutin. Hal ini diperlukan, mengingat pentingnya penguatan internal. Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) IMHI, Nur Imam. “Insya Allah akan dilaksanakan secara rutin”, katanya.
.

Baca Selengkapnya......

Rabu, 20 April 2011

Dibalik Bencana Negeri Sakura

"Ketika langit bergemuruh, ombak menggunung, dan langit bertiup kencang, maka awak kapalpun dengan panik berseru “ya Allah”. Ketika orang yang berjalan di tengah gurun pasir dan tersesat, kendaraan tak tahu lagi jalan yang benar, dan kafilah sudah kebingungan menentukan arah lajunya, maka mereka berseru “ya Allah”. Ketika musibah menimpa, bencana dan tragedi melanda, maka orang – orang pun berseru “ya Allah”. Ketika pintu – pintu permohonan telah ditutup dan sekat – sekat permintaan telah dipasangkan, maka mereka pun berteriak, “ya Allah” !
Ketika semua cara dicoba dan ternyata tidak ada celah untuk keluar. Ketika semua jalan menjadi sempit, semua yang dicita-citakan buntu, dan semua jalan pintas pun telah pupus maka merekapun menyeru “ya Allah”!
(Dr.Aidh ibn Abdullah al-Qorni, “La tahzan)

Dari ungkapan di atas tergambar, bahwa ketika kita kepepet dan terjepit dengan keadaan yang sangat mengkawatirkan maka di situlah kita akan sadar, bahwa Allah lah Tuhan yang dapat menolong kita

Akhir–akhir ini, bencana demi bencana datang menghampiri kita; mulai dari tanah longsor, banjir, dan gunung meletus. Bahkan tsunami pun sudah mulai akrab dengan kehidupan kita. Lihat saja tsunami yang melanda aceh beberapa tahun yang lalu. Ia telah memakan ratusan bahkan ribuan korban dan kerugian materi yang tidak sedikit.

Beberapa hari yang lalu tepatnya di minahi, sanreko yang terletak di wilayah timur jepang diguncang gempa yang berkekuatan 9,0 skala richter. Kemudian disusul gelombang tsunami yang dalam hitungan jam saja mampu menewaskan sedikitnya sepuluh ribu jiwa. Sementara ribuan warga lainya mengalami luka – luka. Belum lagi mereka yang selamat, namun terpaksa hidup tanpa aliran listrik dan air bersih. Hal ini mengancam lebih banyak lagi korban yang akan berguguran dan masih banyak lagi ancama-ancaman lainya yang menghantui kehidupan mereka.

Saudaraku, Jepang kita kenal memiliki kekuatan teknologi yang canggih dan merupakan negara super power di Asia. Namun ternyata, Jepang tidak mampu menghalangi datangnya gempa bumi yang kemudian disusul oleh tsunami.

Teknologi yang menjadi dambaan mereka rupanya tidak bisa berbuat banyak untuk melindungi mereka.Ternyata manusia lemah, tidak mampu berbuat apa-apa ketika bencana telah datang. Bagi kita yang mengaku sebagai orang – orang yang beriman, ragam kejadian yang melanda kehidupan kita belakangan ini hendaknya menjadi sinyal dini buat kita. Betapa manusia tak punya kuasa sedikitpun di hadapan Sang Maha kuasa.

Pernahkah kita mengintropeksi diri bahwa semua musibah ini diakibatkan oleh ketamakan dan kerakusan manusia itu sendiri. Coba kita renungi bersama-sama firman Allah surat Ar-rum ayat 41: “Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan oleh perbuatan manusia; supaya Allah merasakan kepada mereka seabagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (kejalan yang benar)”.

Ini artinya, musibah yang datang merupakan ulah dan perbuatan kita sendiri. Bisa saja bencana yang akan datang lebih hebat dan lebih dahsyat dari yang dibayangkan dan lebih cepat dari dari yang diprediksikan. Sehingga, solusi utama adalah kembali mengatur alam ini dengan aturan Allah. Akhirnya, kita hanya bisa memohon kepda Allah semoga Allah menjaga kita dari hal – hal yang tidak kita inginkan. Amiin.

*) Penulis adalah Mahasiswa STAIL

Baca Selengkapnya......

KISAH MENGAGUMKAN 10 MUJAHID MODERN


Oleh Luqman Hakim*







Nama buku : Perjalanan Meminang Bidadari, Kisah

Luar Biasa 10 Tokoh Syahid modern

Penulis : Herry Nurdi

Penerbit : Lingkar Pena Publishing House, Jakarta

Cetakan : Pertama, Maret 2011

                                      Tebal : 205 halaman

Mati syahid adalah impian tiap insan beriman. Dengan mati syahid, tidak hanya kesalahan dan dosa yang akan ditebus, Allah juga akan memberikan kemuliaan untuk mampu dan bisa memberikan syafaat kepada keluarga dan orang-orang tercinta. Selain itu, Allah memberikan kepada orang yang mati syahid dengan 7 keutamaan.
Bau darahnya seperti aroma misik, tetesan darahnya merupakan salah satu tetesan yang paling dicintai Allah, ingin dikembalikan lagi kedunia (untuk syahid lagi), ditempatkan di surga firdaus yang tertinggi, arwah syuhada ditempatkan ditembolok burung hijau, orang yang mati syahid itu hidup, syahid itu tidak merasakan sakitnya pembunuhan.

Namun, upaya meraih syahid tidaklah mudah. Diperlukan keberanian dan kesiapan jiwa dan raga serta pengorbanan luar biasa. Bahkan; cemoohan, pembunuhan karakter, dan perlakuan kejam merupakan bagian lain yang tidak bisa dipisahkan. Ya, berbicara mati syahid tidak lepas dari jihad, berperang melawan orang kafir. Berperang melawan kemungkaran dan kedzaliman.

Dalam buku berjudul “ Perjalanan Meminang Bidadari, Kisah Luar Biasa 10 Tokoh Syahid modern” ini penulis mengisahkan perjalanan 10 mujahid yang berjuang memperoleh syahid dengan cara mereka masing-masing.

Mereka adalah Omar Mukhtar, Hasan Al-Banna, Sayyid Quthb, Yahya Ayyash, syeikh ahmad yassin, Abdul Aziz Rantissi, Abdullah Azzam, Dzokhar Musyayevich Dudayev, Ibnul Khattab, dan Abdullah Syamil Salmanovich Basayev.

Para 10 tokoh syahid modern ini menolak menyerah kepada penguasa lalim. Menolak tunduk kepada penjajahan manusia atas manusia. Menolak menjadi manusia yang kerdil dan penakut. Dan Menolak kedzaliman dan kemungkaran atas tubuh umat Islam

Mereka lahir dari daerah yang berbeda, bahasa yang tak sama, dan kebudayaan yang tak serupa, tapi memiliki ide dan pemikiran yang satu: memperjuangkan kemulian dien Allah.

Semasa hidup, mereka telah menginspirasi banyak orang untuk ikut bersama-sama berjuang menegakkan Islam, melawan kemungkaran dan kedzaliman, serta tidak membiarkan musuh-musuh Islam menginjak-injak kemuliaan Islam. “Tangan dingin” mereka mampu melahirkan pejuang-pejuang yang rela mewakafkan hidup dan kehidupannya untuk agama yang mulia ini. Sehingga tidak mengherankan, bermunculan pejuang-pejuang baru yang meluangkan hampir seluruh waktunya demi kejayaan Islam.

Jika di kala hidup, banyak orang terinspirasi dengan sepak terjang mereka, maka ketika menemui ajal, mereka pun mengajarkan kepada kita bahwa perjuangan tidaklah mudah. Bahwa, perjuangan membutuhkan pengorbanan. Dan pengorbanan terbesar adalah terlepasnya nyawa dari badan.

Dalam buku ini kita diajak berkelana menyusuri satu persatu perjalanan masing-masing tokoh yang dikisahkan secara dramatis tapi mengalir. Sesekali penulis mengungkapkan perasaan pribadinya untuk menghidupkan suasana. Dan, untuk menguatkan keabsahan kisah-kisahnya, penulis menukilkan komentar-komentar para mujahid. Bahkan, penulis melampirkan salah satu naskah wawancara salah satu tokoh mujahidin, yaitu Syeikh Ahmad Yasin.

Membaca buku yang ditulis oleh Herry Nurdi, penulis produktif yang juga seorang wartawan ini kita tidak hanya diajak mengenal 10 tokoh di atas, namun semangat kita juga digugah untuk bisa meneladani mereka.

*) Penulis adalah Mahasiswa STAIL

Baca Selengkapnya......

Perayaan Tahun Baru Masehi di Mata Islam

Oleh: Ridwan Yahya*

Jika kita sebagai orang muslim jeli memandang suatu fenomena yang terjadi di sekitar kita, yang awalnya kita beranggapan bahwa hal demikian adalah suatu kewajaran yang sudah terjadi di kalangan masyarakat. Bahkan, kita pun sudah memandangnya sebagai sesuatu yang bisa mendatangkan manfaat pula. Padahal, tanpa kita sadari bahwa itu semua ternyata bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh agama kita.

Seiring dengan statement di atas, akhir-akhir ini kita telah melewati sebuah momen yang selalu dibumbui dengan berbagai macam kemeriahan dan euforia megah di dalamnya, yakni perayaan tahun baru masehi. Hampir di semua belahan dunia manapun, sibuk mempersiapkan acara-acara untuk menyambut bergulirnya pergantian tahun masehi tersebut. Suasana yang serba ramai dan meriah yang tercipta pada setiap detiknya, penuh diwarnai dengan semaraknya tiupan terompet dan letusan kembang api di udara yang menandakan bahwa tahun baru itu telah tiba.

Untuk menghadirkan atmosfer megah semacam itu, tidak sedikit acara yang diselenggarakan menelan biaya berjuta-juta. Bahkan, lebih. Ada pula yang mencapai kisaran miliaran rupiah, lenyap begitu saja dalam larutan acara tersebut.

Contoh, mengutip dari situs jakartapress.com yang telah disimpulkan, bahwa perayaan tahun baru masehi di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada pergantian tahun 2009-2010 kemarin menghabiskan biaya sekitar 2 miliar rupiah. Sungguh, nominal angka yang sangat fantastis. Namun, sayang uang sebesar itu habis sekadar untuk meluncurkan kembang api dalam tempo waktu sekitar 25 menit saja.

Dan dengan tanpa disadari oleh pikiran kita, bahwa uang yang sudah digelontorkan tadi hangus begitu saja bak tersihir keindahan sesaat kembang api.

Dari perihal di atas, maka terbayanglah oleh kita bahwa yang demikian itu adalah suatu perbuatan yang dengan jelas agama kita tidak membenarkannya sama sekali. Sungguh, tak terkira sikap kesia-siaan yang ditampakkan oleh orang semacam mereka itu. Dan tak ubahnya pula dengan sikap mubazir yang menjadi karakter khas syaithan dan kawan-kawannya.

Firman Allah swt. yang artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara syaithan dan syaithan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. al-Israa’ [17]: 27).

Di samping itu, momen perayaan tahun baru masehi dapat pula mencemari aqidah murni kita terhadap keesaan Allah yang telah tertancap di hati hambaNya yang beriman. Pasalnya, berdasarkan kesimpulan yang dipetik dari ditus Eramuslim.com edisi 29/12/2009 dinyatakan bahwa tahun baru 1 januari yang sedari dulu kita kenal sebagai hari libur umum nasional, ternyata sekarang telah dijadikan sebagai hari sucinya agama Kristen.

Dan di beberapa Negara pun telah mengaitkannya dengan sebuah ritual keagamaan yang jelas-jelas sangat bertentangan dengan agama Islam. Lihat saja suatu pantai yang ada di Negara Brazil, tepatnya pada tengah malam setiap tanggal 1 januari orang-orang sibuk melaksanakan prosesi ritual dengan aksi penaburan bunga di laut dan penguburan berbagai jenis buah-buahan, seperti mangga, semangka dan pepaya di pasir pantai tersebut. Ritual itu merupakan sebuah tanda penghormatan terhadap sang Dewa laut, Lemanja yang terkenal dalam legenda Negara Brazil.

Sejarah pun mencatat, bahwa pada bulan januari erat sekali kaitannya dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih. Sehingga agama Kristen pun sering disebut sebagai agama masehi. Dan masa sebelum Yesus lahir disebut tahun sebelum masehi (SM), sedangkan masa setelah kelahirannya disebut tahun masehi.

Sekarang kita telah mengetahui, kenapa perayaan tahun baru masehi itu diharamkan sekali oleh Islam. Dan tidak ada alasan lagi bagi kita untuk menolak kemeriahan segala rangkaian acara yang disuguhkannya. Karena, jika kita tetap bersikukuh untuk melarutkan diri dalam perayaan tersebut, maka itu artinya kita telah mendukung syiar-syiar kesesatan mereka. Dan lebih mengkhawatirkannya lagi, hal tersebut sangatlah berpotensi dapat mengikis habis kadar keimanan kita kepada Allah swt..

Tentang masalah ini Rasulullah saw. pun dengan tegas telah menyinggungnya, supaya umat Islam hanya merayakan Hari Besarnya terpisah dengan agama lain.

Hati-hati!

Oleh karena itu, waspadalah terhadap setiap hal. Menyikapi apa yang terjadi di depan mata kita selayaknya ditanggapi secara kritis dan mendasar. Kita lihat bagaimana konteks agama memandang, apakah itu termasuk dalam tataran yang dibolehkan? Ataukah, justru malah diharamkan? Cermatilah!

*) Penulis adalah Mahasiswa STAIL

Baca Selengkapnya......

Tanah Suci yang Terusik

                                                         Oleh: Ridwan Yahya*
Dataran gersang yang diterjang
Permukaan tanah yang berpasir juga berdebu
Lesatan peluru dengan bengis mengusiknya
Semakin geram menerjang debu yang melayang


         Tak puas debu tanah suci hanya menjadi saksi
         Tanah suci dicoreti darah para penghuni
         Pribumi menantang dengan panji Illahi
         Sekarang tersakiti terus-menerus tiada henti             
Semakin deras kucuran darah membanjiri
Semakin deras semangat membela panji
Panji tanah suci tegak menancap bumi
Panji samawi berkilau sampai langit diterangi


         Kepala batu semakin keras dibalik peluru
         Dari balik jiwa termuda sampai orang tua tersiksa
         Adalah lecutan semangat jihad kan tetap membahana
         Meraih kembali tanah nabi-nabi yang memuliakan
                asma-Nya


Palestine… tomorrow will be free…
Palestine… tomorrow will be free…
Allahu akbar …!!!


*) Penulis adalah mahasiswa STAIL


Baca Selengkapnya......

Rintihan Air Mata

Oleh: Khairul Umam*
 
Impian…..
Semua berawal dari sebuah impian
Antara sadar dan tidak sadar
Ku termenung di balik jendela
Menatapi satu titik harapan
Tak terasa keringat dingin
Dan tetesan air matapun berjatuhan

Kelam.......
Kelamnya kehidupan laksana malam tak berbulan dan bintang
Sungguh berat kehidupan yang kujalani
Bergitu kelam kehidupan yang kualami
Hari-hari kujalani dengan penderitaan
Ancaman dan siksaaan sudah menjadi langganan
Yang tak terlupakan
Duka lara dan nestapa......
Tahun demi tahunpun berlalu
Roda roda kehidupan terus berputar
Tak sesuatupun yang kumiliki
Melainkan goresan luka yang tersimpan dalam hati
Tak ada yang tersisa dari impian indah itu
Melainkan kenangan yang mengepak-ngepak
Laksana sayap tak tampak
Di sekelilingku
Kebahagiaan yang kuharapkan
Justru penyesalan dan kekecewaan yang ku dapatkan
Bisikan dalam hati......
Ya allah....yarabbi.......
Kini aku hanya dapat meratapi kesedihan
Kesucian yang selama ini kudambakan
Telah terselubungi oleh noda-noda kebejatan
Ya allah...ya rabbi....
Hanya kepadamulah aku mengadu
Hanya engkaulah yang maha pengampun
Kini aku mencoba larut dalam sujud panjangku
Dengan menagagungkan Asma-Mu 


*) Penulis adalah Mahasiswa STAIL


Baca Selengkapnya......

Perayaan Tahun Baru Masehi di Mata Islam

Oleh: Ridwan Yahya*

       Jika kita sebagai orang muslim jeli memandang suatu fenomena yang terjadi di sekitar kita, yang awalnya kita beranggapan bahwa hal demikian adalah suatu kewajaran yang sudah terjadi di kalangan masyarakat. Bahkan, kita pun sudah memandangnya sebagai sesuatu yang bisa mendatangkan manfaat pula. Padahal, tanpa kita sadari bahwa itu semua ternyata bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh agama kita.
Seiring dengan statement di atas, akhir-akhir ini kita telah melewati sebuah momen yang selalu dibumbui dengan berbagai macam kemeriahan dan euforia megah di dalamnya, yakni perayaan tahun baru masehi. Hampir di semua belahan dunia manapun, sibuk mempersiapkan acara-acara untuk menyambut bergulirnya pergantian tahun masehi tersebut. Suasana yang serba ramai dan meriah yang tercipta pada setiap detiknya, penuh diwarnai dengan semaraknya tiupan terompet dan letusan kembang api di udara yang menandakan bahwa tahun baru itu telah tiba.
Untuk menghadirkan atmosfer megah semacam itu, tidak sedikit acara yang diselenggarakan menelan biaya berjuta-juta. Bahkan, lebih. Ada pula yang mencapai kisaran miliaran rupiah, lenyap begitu saja dalam larutan acara tersebut.
Contoh, mengutip dari situs jakartapress.com yang telah disimpulkan, bahwa perayaan tahun baru masehi di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada pergantian tahun 2009-2010 kemarin menghabiskan biaya sekitar 2 miliar rupiah. Sungguh, nominal angka yang sangat fantastis. Namun, sayang uang sebesar itu habis sekadar untuk meluncurkan kembang api dalam tempo waktu sekitar 25 menit saja.
Dan dengan tanpa disadari oleh pikiran kita, bahwa uang yang sudah digelontorkan tadi hangus begitu saja bak tersihir keindahan sesaat kembang api.
Dari perihal di atas, maka terbayanglah oleh kita bahwa yang demikian itu adalah suatu perbuatan yang dengan jelas agama kita tidak membenarkannya sama sekali. Sungguh, tak terkira sikap kesia-siaan yang ditampakkan oleh orang semacam mereka itu. Dan tak ubahnya pula dengan sikap mubazir yang menjadi karakter khas syaithan dan kawan-kawannya.
Firman Allah swt. yang artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara syaithan dan syaithan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. al-Israa’ [17]: 27).
Di samping itu, momen perayaan tahun baru masehi dapat pula mencemari aqidah murni kita terhadap keesaan Allah yang telah tertancap di hati hambaNya yang beriman. Pasalnya, berdasarkan kesimpulan yang dipetik dari ditus Eramuslim.com edisi 29/12/2009 dinyatakan bahwa tahun baru 1 januari yang sedari dulu kita kenal sebagai hari libur umum nasional, ternyata sekarang telah dijadikan sebagai hari sucinya agama Kristen.
Dan di beberapa Negara pun telah mengaitkannya dengan sebuah ritual keagamaan yang jelas-jelas sangat bertentangan dengan agama Islam. Lihat saja suatu pantai yang ada di Negara Brazil, tepatnya pada tengah malam setiap tanggal 1 januari orang-orang sibuk melaksanakan prosesi ritual dengan aksi penaburan bunga di laut dan penguburan berbagai jenis buah-buahan, seperti mangga, semangka dan pepaya di pasir pantai tersebut. Ritual itu merupakan sebuah tanda penghormatan terhadap sang Dewa laut, Lemanja yang terkenal dalam legenda Negara Brazil.
Sejarah pun mencatat, bahwa pada bulan januari erat sekali kaitannya dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih. Sehingga agama Kristen pun sering disebut sebagai agama masehi. Dan masa sebelum Yesus lahir disebut tahun sebelum masehi (SM), sedangkan masa setelah kelahirannya disebut tahun masehi.
Sekarang kita telah mengetahui, kenapa perayaan tahun baru masehi itu diharamkan sekali oleh Islam. Dan tidak ada alasan lagi bagi kita untuk menolak kemeriahan segala rangkaian acara yang disuguhkannya. Karena, jika kita tetap bersikukuh untuk melarutkan diri dalam perayaan tersebut, maka itu artinya kita telah mendukung syiar-syiar kesesatan mereka. Dan lebih mengkhawatirkannya lagi, hal tersebut sangatlah berpotensi dapat mengikis habis kadar keimanan kita kepada Allah swt..
Tentang masalah ini Rasulullah saw. pun dengan tegas telah menyinggungnya, supaya umat Islam hanya merayakan Hari Besarnya terpisah dengan agama lain.  

Hati-hati!
Oleh karena itu, waspadalah terhadap setiap hal. Menyikapi apa yang terjadi di depan mata kita selayaknya ditanggapi secara kritis dan mendasar. Kita lihat bagaimana konteks agama memandang, apakah itu termasuk dalam tataran yang dibolehkan? Ataukah, justru malah diharamkan? Cermatilah!

*) Penulis adalah Mahasiswa STAIL

Baca Selengkapnya......

Memaknai Tahun Baru

                                        Oleh: Khairul Umam*

Saat ini kita telah memasuki  tahun 2011 Masehi.  Bulan yang bersejarah bagi orag Kristen, yaitu bulan januari.  Bulan  yang terkait dengan lahirnya yesus kristus atau Isa al-masih. Al-masih sendiri diambil dari kata masehi. Sehingga agama Kristen sering disebut agama masehi. Masa sebelum yesus lahirpun disebut tahun sebelum masehi. Tahun baru masehi ini sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga dunia.
            Sudah menjadi tradisi yang cukup kental bagi semua warga dunia, bahwa pergantian tahun baru masehi identik denga perayaan yang berlebih-lebihan. Misalnya dengan hura-hura, bergadang semalaman, tiup terompet, pesta kembang api, dan sebagainya. Semua itu tidak serta-merta didapat atau dilakuka secara cuma-cuma. Tapi dengan mengeluarkan biaya dan tenaga yang cukup banyak. Mereka rela bekorban demi tercapainya sebuah kepuasan nafsu yang datangnya dari syaitan yang tidak diridhoi Allah, yang pada akhirnya kerugian yang didapatkan.
            Sekedar contoh, pada malam menjelang pergantian tahun baru rata-rata pemuda-pemudi bebondong-bondong pergi ke tempat hiburan,  klub malam, nonton bersama di bioskop, berpestaria dan sebagainya. Nah, perbuatan seperti ini lekat dengan hal-hal yang sifatnya hura-hura, sebuah prilaku yang bisa jatuh pada kriteria  sia-sia. Karena tidak dapat mendatangkan kemanfaatan. Tentu saja hura-hura seperti ini dekat dengan kemaksiatan. Selain itu, kerap sekali membutuhkn biaya yang tidak sedikit. Bagi seorang  muslim, aktivitas seperti ini tidak ada manfaatnya. Karena tergolong perbuatan yang sia-sia dan termasuk pemborosan.


            Namun realita  sekarang,  pemuda-pemudi tidak mau berpikir mendalam tentang hal itu.  Mereka berdalih tidak mau membiarkan tahun kemarin berlalu begitu saja tanpa adanya unsur kebahagiaan yang didapat. Di sanping itu juga, mereka ingin memberikan sambutan yang hangat  dengan datangnya tahun baru.
            Fenomena  seperti ini sudah menjdi tradisi umum. Tidak pandang bulu, baik  laki-laki, perempuan, tua, dan muda. Semua terlibat dalam perilaku yang tidak bermanfaat ini.
            Kita sebagai muslim, tidak boleh memperingatinya.  Karena yang pertama, merayakan tahun baru masehi dengan berlebih-lebihan itu tidak ada manfaatnya. Dalam  hadits hasan yang diriwayatkan oleh tirmidzi dan yang lainnya, dijelaskan bahwa  Rasulullah SAW bersabda,”  di antara (ciri) sempurnanya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya.” Termasuk  di sini adalah merayakan pergantian tahun.
            Sedangkan yang kedua adalah, karena perayaan tahun baru ini termasuk rangkaian kegiatan hari raya orang-orang  kafir yang sifatnya glamour, foya-foya,  dan melampaui batas. Hal ini  hanya pantas dilakukan oeh orang-orang berpaham materialisme. Adapun Islam tidak pernah mengajarkan prilaku seperti ini.

 Semangat baru
            Maka dari itu, di tahun baru ini tidak usah kita merayakannya. Jadikan tahun baru sebagai ajang perbaikan diri. Cukup bagi kita memperbaharui lembaran-lembaran suram kehidupan kita, menuju lembaran-lembarn kehidupan yang lebih baik. Jangan biarkan tahun 2010 berlalu begitu saja tanpa adanya perubahan yang positif. Justru dengan datangnya tahu baru ini, segala aspek dalam kehidupan kita harus berubah juga. Dengan adanya tahun baru, mestinya  semangat juga baru. Belajar semakin giat dan  amal sholeh juga  kita  tingkatkan. Kita raih masa depan yang kita harapkan. Kita tinggalkan masa lalu yang telah berlalu. Biarlah ia menjadi kenangan. Lakukanlah apa yang bisa kita lakukan sekarang, karena waktu kita adalah  di saat kita berada pada waktu itu. Wallahua’lam bisshowab.



*) Penulis merupakan anggota Asosiasi Penulis Islam (API) STAIL


Baca Selengkapnya......

Kondisi Tanah Air Sebagai Negara Muslim

Oleh: El_yahya*

Jikalau kita tanya dalam lubuk hati kita yang terdalam apa yang sehari-hari kita konsumsi oleh mata kita, oleh logika kita dan oleh hati kita? tentang keadaan lingkungan sekitar yang setiap harinya pula tidak sepi dari pemberitaan media cetak maupun media elektronik. Dengan segala kekacauan dan kekisruhan yang terjadi di dalamnya, kemerosotan akhlak yang drastis dan rapuhnya akidah menjadi pemicu dari apa yang terjadi. 

Kitapun bisa cermati pergaulan bebas yang bergejolak di tengah-tengah generasi muda kita yang dari hari ke hari semakin meresahkan dan menutup harapan akan kemajuan bangsa.

 Agama kita yang menjadi mayoritas di tanah sendiri hanya menjadi bulan-bulanan dan menjadi sasaran yang tak bertaji bagi predator asing yang bernafsu meraup materi secara membabi buta karena lemahnya aqidah masyarakat kita.



Berdasarkan realitas inilah yang menjadi latar belakang kita membutuhkan generasi lain yang mampu manjadi "agent of change", mengangkat derajat masyarakat yang bertauhid, mampu mengurus dunia dan memelihara akhirat.

Untuk hal ini kita bisa bercermin bagaimana kinerja Rasulullah SAW mengubah tatanan hidup masyarakat jahiliyah menjadi kader-kader mujahid islam yang merekapun mampu mempengaruhi masyarakat lain sesuai dengan apa yang diajarkan Rasul. Sehingga dengan apa yang mereka ciptakan adalah gambaran hidupnya sebuah peradaban islam.

Lalu, bagaimana dengan usaha kita? Kita pun bisa, menerapkan nilai-nilai dan ajaran-ajaran apa saja yang yang Rasul dan sahabatnya ajarkan. Kita serukan ajakan dakwah islamiyah melalui berbagai media, karena sebagaimana kita ketahui di zaman yang tekhnologinya sudah maju ini meskipun banyak media yang disalahgunakan, namun kita mampu mengandalkannya sebagai senjata pelengkap kita untuk berdakwah. Kita lawan apa yang namanya Liberalisme, sekularisme, Kapitalisme dan isme-isme lainnya yang melecehkan islam dan masyarakat kita.

Sehingga apa yang kita harapkan dengan tegaknya peradaban islam dapat tercapai. Amin.



*) Penulis adalah Mahasiswa STAIL

Baca Selengkapnya......

Jeritan Rakyat Indonesia


                                                  Oleh: Miftahuddin*
Sungguh menyedihkan, masih ada masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Padahal mereka  hidup di negeri yang kaya raya, Indonesia. Dibawa ke mana kekayaan negeri ini?
   
Memrihatinkan
Sungguh memrihatinkan, di saat harga bahan pokok seperti minyak, beras, gula, telur, cabai dan bawang  sudah meroket harganya dan sangat sulit untuk di jangkau, pemerintah justru memberikan “hadiah” kepada masyarakat berupa pembatasan subsidi BBM, kenaikan tarif dasar listrik, privatisasi BUMN, dan hadiah lainnya  yang menyakitkan hati.
Tidak hanya itu, dikabarkan juga harga bahan pokok lainnya kini melonjak naik. Sebutlah semisal lombok, minyak, dan gula. Selain itu,  pemerintah juga menarik pajak dari warteg-warteg dan masyarakat miskin. Wajarlah jika masih ada penduduk negeri ini yang hidup dalam keadaan memprihatinkan.
 Jika kita menelusuri apa saja yang menyebabkan kemiskinan di negri ini semakin meningkat, kebanyakan dari kita akan berpendapat bahwa penyebabnya adalah  pimimpin kita yang tidak amanah dalam menjal ankan kewajibannya. Mereka  tidak peduli keadaan rakyat yang dilanda kelaparan. Mereka lebih sibuk dengan diri mereka sendiri. Sekedar refleksi bagi kita, dikabarkan bahwa pemerintah telah menganggarkan dana APBN 2011 untuk pembangunan gedung baru DPR sebesar Rp 800 miliar.(Republika 08/01/11)

Melalui fakta di atas menunjukkan bahwa para pemimpin negeri ini lebih serius dalam memfasilitasi para pejabat daripada memperdulikan keadaan masyarakat yang hidup dalam keadaan miskin. Padahal,  keadaan masyarakat miskin semakin sulit semenjak  harga bahan pokok  melonjak naik.
Jika para pemimpin negeri ini sama sekali tidak memperdulikan keadaan masyarakatnya dan senantiasa menyalahgunakan uang negeri ini, maka selamanya rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan tidak akan pernah merasakan hidup makmur. Walaupun,  mereka hidup di dalam negeri yang kekayaanya melimpah ruah. 
Tidak Serius 
Pemerintah terkesan tidak serius mengatasi masalah ini. Buktinya, saat ini di Indonesia masih ada sekitar31 juta masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. (Republika 10/01/11). Padahal, makroeknomi Indonesia  mengalami peningkatan yang sangat membanggakan pada beberapa hari terakhir. Pemerintah belum serius dalam melaksanakan amanat di bidang kesejahteraan. Pemerintah tidak menjadikan pasal 33 UUD 1945 sebagai acuan untuk mengelola sumber daya alam dalam mensejahterahkan rakyat.(Republka 11/01/11)
 Akhirnya, jika saja para pemeintah mengalokasikan sebagian daripada penghasilan makroekonomi untuk disumbangkan kepada seluruh rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan,  niscaya tidak akan ada lagi masyarakat yang mengkonsumsi tiwul sehingga menyebabkan jatuhya korban jiwa, seperti yang di alami salah satu keluarga yang tinggal di jawa tengah tepatnya di jepara. Tidak akan ada lagi masyarakat yang miskin, jika para pemimpin negeri ini benar-benar amanah dalam menjalankan amanahnya. Wallahua’lam bisshowab.
*) Penulis adalah Mahasiswa STAIL

Baca Selengkapnya......

Jazirah Arab, Negeri yang Terpilih


                                         Oleh: A. Nafi’ adh-Dhukha*

Kondisi pada masa pra Islam dunia dikuasai oleh negara adidaya Persia dan Romawi yang menjadi tetangga Arab, tempat lahirnya Islam.
Persia adalah ladang subur berbagai khayalan (khurafat), keagamaan dan filosofis yang saling bertentangan. Diantaranya adalah Zoroaster yang dianut oleh kaum penguasa. Diantara falsafahnya adalah mengutamakan perkawinan seseorang dengan ibunya, anak perempuannya, dan masih banyak lagi penyimpangan-penyimpangan akhlak yang beraneka ragam.
Sementara itu, Romawi sedang dikuasi semangat kolonialisme. Negeri yang terlibat pertentangan agama, antara Romawi di satu pihak dan Nasrani di pihak lain. Negeri ini mengandalkan kekuatan militer dan ambisi kolonialnya dalam melakukan pertualangan naif demi mengembangkan agama Kristen dan mempermainkannya sesuai keinginan hawa nafsunya yang serakah. Negara  ini tak kalah bejatnya dengan Persia. Kehidupan nista, kebejatan moral, dan pemerasan ekonomi telah menyebar keseluruh penjuru negeri, akibat dari melimpahnya penghasilan dan menumpuknya pajak.

Kondisi manusia di dunia pada masa tersebut sedang mengalami kemerosotan, keguncangan dan kenestapaan yang disebabkan oleh peradaban dan kebudayaan yang didasarkan pada nilai-nilai materalistik, tanpa adanya niai-nilai moral yang mengarahkan peradaban dan kebudayaan tersebut ke jalan yang benar.Double Bracket: Karakteristik mereka seperti bahan baku yang belum diolah dengan bahan lain. Masih menampakkan fitrah kemanusiaan dengan kecenderungan yang sehat dan kuat serta cenderung pada kemanusiaan yang mulia, seperti setia, penolong, dermawan, rasa harga diri, dan kesucian.
Di satu pihak, di jazirah Arab, bangsa Arab hidup dengan tenang, jauh dari bentuk keguncangan tersebut. Mereka tidak memiliki kemewahan dari peradaban Persia yang memungkinkan mereka kreatif dan pandai menciptakan kemerosotan-kemerosotan, filsafat keserbabolehan dan kebejatan moral yang dikemas dalam bentuk agama. Mereka juga tidak memiliki kekuatan militer Romawi yang medorong mereka melakukan ekspansi ke negara-negara tetangga. Mereka tidak memiliki kemegahan filosofis dan dialektika Yunani yang menjerat mereka menjadi mangsa mitos dan khurafat. Karakteristik mereka seperti bahan baku yang belum diolah dengan bahan lain. Masih menampakkan fitrah kemanusiaan dengan kecenderungan yang sehat dan kuat serta cenderung pada kemanusiaan yang mulia, seperti setia, penolong, dermawan, rasa harga diri, dan kesucian.
Kondisi Geografis, Ekonomi & Politik
Jazirah Arab memiliki peranan yang sangat besar karena letak geografisnya. Jazirah Arab terletak di benua yang sudah dikenal semenjak dahulu kala, yang mempertautkan antara daratan dan lautan. Sebelah barat laut merupakan pintu masuk ke benua Afrika, sebelah timur laut merupakan kunci untuk masuk ke Benua Eropa, dan sebelah timur merupakan pintu masuk bagi bangsa-bangsa non-Arab, timur tengah dan timur dekat, terus membentang ke India dan Cina. Setiap benua mempertemukan lautnya dengan Jazirah Arab dan setiap kapal laut berlayar tentu akan bersandar di ujungnya. Dengan kondisi seperti ini, sebelah utara dan selatan dari Jazirah Arab menjadi tempat berlabuh berbagai bangsa untuk saling tukar menukar perniagaan, seni, dan juga budaya.
Sedangkan dilihat dari kondisi internalnya, Jazirah Arab hanya dikelilingi gunung dan pasir di segala sudutnya. Karena kondisi inilah yang membuat Jazirah Arab seperti benteng pertahanan yang kokoh, yang tidak memperkenankan bangsa asing untuk menjajah, mencaplok, atau menguasai bangsa Arab. Oleh karena itu, dapat kita lihat penduduk Jazirah Arab yang hidup merdeka dan bebas dari segala urusan semenjak zaman dahulu. Sekalipun begitu mereka tetap hidup berdampingan dengan dua imperium besar saat itu, yang serangannya tak mungkin dihalangi anadaikata tidak ada benteng pertahanan yang kokoh seperti itu.
Sesuai dengan tanah Arab yang sebagian besar terdiri dari padang sahara, ekonomi mereka yang terpenting adalah perdagangan. Di musim dingin mereka mengirim kafilah dagang ke Yaman, sedangkan di musim panas kafilah dagang mereka menuju ke Syiria. Untuk itu, dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka harus menguasai jalur–jalur perdangan dengan memegang kendali keamanan dan perdamaian. Kondisi yang aman seperti ini tidak terwujud di jazirah Arab kecuali pada bulan–bulan suci. Oleh karenanya pada saat demikianlah dibuka kegiatan dagang di pasar–pasar Arab yang terkenal, seperti Ukazh, Dzil, Mazaj, Majinnah, dan lain- lain.
Sementara itu kondisi politik masa Arab pra Islam di Jazirah Arab merupakan garis menurun dan merendah. Manusia dibedakan antara tuan dan budak, rakyat dan pemerintah. Para tuan berhak atas semua harta rampasan dan kekayaan, dan hamba diwajibkan membayar denda dan pajak. Kekuasaan yang berlaku saat itu adalah sistem diktator. Sedang kondisi kabilah-kabilah di jazirah Arab tidak pernah rukun. Sehingga mereka sering diwarnai oleh permusuhan antar kabilah, perselisihan rasial dan agama.
Arab, tempat Millah Ibrahim 
Bangsa arab adalah anak-anak Isma’il a.s. karena itu, mereka mewarisi millah dan minhaj yang pernah dibawa oleh bapak mereka. Milllah dan minhaj yang menyerukan tauhidullah, beribadah kepada-Nya, mematuhi hukum-hukum-Nya, mengagungkan tempat-tempat suci-Nya, khususnya Baitul Haram, menghormati syi’ar-syi’ar-Nya dan mempertahankannya.
Setelah beberapa kurun waktu, mereka mulai mencampur adukkan kebenaran yang telah diwariskan itu dengan kebatilan yang menyusup kepada mereka. Seperti semua umat dan bangsa, apabila telah dikuasai kebodohan dan dimasuki tukang-tukang sihir dan ahli kebatilan, masuklah kemusyrikan kepada mereka. Mereka kembali menyembah berhala-berhala. Sisa-sisa penganut agama Ibrahim sangat langka dan tidak kedengaran lagi suaranya. Orang Arab musyrikin menyembah Tuhan-tuhan yang mereka yakini sebagai perantara yang dapat memberikan syafa’at untuk mereka kepada Allah. Selain menyembah berhala, di kalangan bangsa Arab ada pula yang menyembah agama Masehi (Nasrani), agama ini dipeluk oleh penduduk Yaman, Najran, dan Syam. Disamping itu juga agama Yahudi yang dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Madinah, serta agama Majusi (Mazdaisme), yaitu agama orang-orang Persia.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya secara geografis, jazirah Arab sangat kondusif untuk mengemban tugas dakwah karena terletak di bagian tengah-tengah umat-umat yang ada di sekitarnya pada waktu itu. Demikian juga sebagaimana kita ketahui bahwa Allah menjadikan Baitul Haram sebagai tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang ama serta merupakan rumah yang pertama kali dibangun bagi manusia untuk beribadah dan menegakkan syiar-syiar agama Allah. Maka merupakan kelaziman dan kesempurnaan jika lembah yang diberkahi ini juga menjadi tempat lahirnya Islam yang notabene adalah millah Ibrahim dan menjadi tempat diutus dan lahirnya pamungkas para Nabi.
Wallahu a’lam……..

*) Penulis adalah Mahasiswa STAIL

Baca Selengkapnya......

Indonesia dan Malaysia: Perlukah Berperang?


                                      Oleh: Luqman al-Hakim*

       Betapa gampangnya sebagian masyarakat Indonesia dan Malaysia saling adu mulut serta aksi-aksi provokatif yang berindikasi untuk saling berperang, saling menumpahkan darah, dan saling memusnahkan.  Di Indonesia, misalnya, ada komentar-komentar di status Facebook, Yahoo Messangger maupun media jaringan sosial lain, yang bernada perlawanan terhadap Malaysia. Berita di TV juga menayangkan di beberapa kota terjadi demonstrasi yang mengecam Malaysia. Bahkan ada orang yang  menyatakan siap berperang menghadapi Malaysia. Hal yang terbaru adalah para hacker dari Indonesia menyerang situs-situs Malaysia.        
          Tentunya hal ini membuat kedua negara "panas". Masih segar dalam ingatan kita kata kunci "ambalat" atau slogan "ganyang Malaysia”. Tapi alhamdulillah, kedua negara tidak jadi berperang walaupun senjata-senjata berat telah dikirim ke perbatasan.  


        Nah, beberapa bulan terakhir ternyata peristiwa yang membuat kedua pemerintahan tegang tersebut mulai tampak akan terulang lagi. Hanya saja, pemerintah tidak merespon secara serius masalah tersebut. Sebut saja adanya demo yang menentang sikap pemerintah karena terkesan tidak serius dalam menangani masalah ini. Pihak DPR (pemerintah), malah memberikan warning agar masyarakat Indonesia tidak terprovokasi.   
       Sikap pemerintah Indonesia untuk tidak menyatakan perang terhadap Malaysia pantas kita acungi jempol. Coba kita renungkan, kita-masyarakat Indonesia-sebenarnya bersaudara dengan mereka (masyarakat malaysia). Dari sudut pandang agama, misalnya, sebagian besar  masyarakat kedua negara beragama sama, yaitu Islam. Dalam Islam, orang-orang beriman (orang-orang Islam) adalah bersaudara. "al-muslimu akhul muslim (seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya )", sabda Rasul. Allah juga berfirman dalam surat al-hujurot , "Innamal mu'minuuna ikhwah". yang artinya ,"sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara". Selain itu,  masyarakat Indonesia dan Malaysia memiliki rumpun yang sama, yaitu bangsa Melayu. Terbukti,  bahasa yang digunakan oleh kedua negara memiliki akar yang sama, yaitu bahasa melayu. Konon, dulu ketika masa kerajaan, antara sebagian wilayah Indonesia dan Malaysia berada dalam naungan satu kerajaan    
         Jadi, kalau ada aksi-aksi provokatif yang berending pada peperangan, sebaiknya dihentikan saja. Dan untuk pemerintah, tetaplah bertekad untuk menjaga perdamaian serta tidak gampang terprovokasi oleh pihak ketiga. Semoga ke depannya, negara Indonesia dan Malaysia berada di garis terdepan dalam mengusung perdamaian antar negara. Amiin yaa Robbal ‘alamiin.

   
* ) Penulis adalah mahasiswa STAIL

Baca Selengkapnya......

Indonesia dan Bayang-bayang AIDS

Oleh: Miftahuddin*

     Perkembangan dan perubahan suatu negara tidak lepas dari peran para pemuda. Bagaimana jadinya jika pemuda yang diharapkan bisa melakukan perubahan dan menjadi ujung tombak kemajuan, malah rusak dan memiliki moral yang jelek? 

Mengkhawatirkan!
Menurut data PBB, saat ini setidaknya 33,3 juta orang mengidap penyakit HIV/AIDS. Terbesar pertama adalah di Afrika yaitu 1.850 jiwa. Sedangkan kedua adalah Asia selatan dan tenggara ( termasuk Indonesia ) dengan jumlah 270 jiwa.
Di Jawa Barat, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dari tahun 1989 sampai 2010, jumlah kasus AIDS pada anak balita sebanyak 102 kasus, di tambah kasus pada anak-anak yang berusia 5-14 dan 15-19 tahun, yakni 238 dari 5382 jumlah penderita AIDS secara keseluruhan.( Republika, 8 Des ‘10 ).


Tingginya angka penderita HIV/AIDS ini tentunya sangat terkait erat dengan pola pergaulan bebas yang saat ini melanda remaja. Dari data di atas, ternyata pergaulan bebas tidak hanya ditemukan di daerah perkotaan, tetapi juga terdapat di pedesaan.
Penyakit HIV/AIDS, free sex, penggunaan obat terlarang dan tindak criminal yang dilakukan oleh remaja, hanyalah sedikit bukti betapa pergaulan bebas telah merusak fisik, karakter dan mentalitas generasi muda.
Dalam wawancara dengan Nafisa Mboi, Sekjen Komite Penanggulangan AIDS Nasional dengan Republika, mengatakan bahwa dalam laporan BKKBN di Jakarta tercatat sedikitnya 51 persen remaja telah melakukan hubungan seks di luar nikah.( Republika 1 desember 2010). Tidak jarang kita mendengar melalui media massa, seorang siswi SMA-bahkan SMP- hamil di luar nikah.
Data data di atas hanyalah sedikit dari kasus yang bisa tercatat / terungkap. Sementara kasus-kasus yang tidak terungkap, jumlahnya tentu jauh lebih banyak lagi. Kecenderungan ini akan terus meningkat apabila tidak ada upaya dan usaha preventif untuk mengatasinya.
Di sisi lain, pornografi dan pornoaksi terus menyerbu remaja dari segala penjuru. Tercatat dalam setahun 4 artis porno “impor” datang ke Indonesia dan bermain film. Untuk tahun ini, tiga di antaranya dari Jepang dan satu dari Amerika. Yang paling miris adalah, pemerintah sama sekali tidak bisa mencegah artis-artis tersebut datang ke Indonesia dalam rangka pembuatan film-film “panas”.
Jika saja pemerintah bertindak jauh lebih tegas terhadap permasalahan ini, maka tidak diragukan lagi Indonesia yang mayoritas muslim ini akan terhindar dari bahaya HIV/AIDS; juga akan terhindar dari degradasi moral (Insya Allah).
Betapapun rusaknya moralitas negeri ini, kita tidak perlu pesimis dan putus asa.Yakinlah, bahwa harapan itu masih ada. Untuk itu, marilah kita senantisa saling mengingatkan satu sama lain sebagaimana pesan Surat al-‘Ashr. "Adalah sebuah kekeliruan jika kita tidak saling mengingatkan. Jika itu yang terjadi,maka bersiaplah untuk selalu berteman dengan kesalahan". Wallahu a’lam.

*) Penulis adalah mahasiswa STAIL



Baca Selengkapnya......

Dolly, Pemerintah, dan Kita


Oleh: Luqman al-Hakim*

”Dolly”, sebuah lokalisasi yang berada di Putat Jaya, Surabaya, akhir-akhir ini ramai dibicarakan. Tempat yang menjadi ladang maksiat ini direncanakan akan ditutup oleh pemerintah. Bisakah itu terjadi? Lalu apa peran kita sebagai masyarakat muslim?

Surga Maksiat
Sudah menjadi rahasia umum, kalau Dolly dikenal sebagai area ”halal” dalam melakukan praktek perzinahan. Di sana, Para ahli maksiat setiap malam bebas berpesta ria tanpa memiliki rasa takut. Setiap malam, sekitar 1.200 Pekerja Seks Komersial (PSK) yang rata-rata berusia sekitar 18 – 30 tahun tersebar di 400 wisma dan siap melayani para tamu berhidung belang yang datang dari berbagai tempat. Menurut penuturan salah satu pemilik wisma, 1 wisma bisa didatangi oleh ”tamu” sebanyak 50-70 orang, dan 1 PSK bisa melayani 7-10 orang (Jawa Pos, 26/10/10). Maka tidak mengherankan jika Dolly disebut-sebut sebagai lokalisasi prostitusi terbesar di Asia tenggara.
Padahal, Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia dengan mayoritas penduduk beragama Islam dikenal sebagai kota religius. Ada masjid-masjid yang tersebar di segala penjuru, pondok pesantren, sekolah-sekolah Islam, lembaga-lembaga Islam, dan juga terdapat wisata religius seperti masjid dan makam salah satu walisongo, Sunan Ampel.
Ironisnya, lokalisasi yang menjadi penyebab hancurnya rumah tangga ini terus beroperasi selama bertahun-tahun, sejak zaman Belanda. Merujuk pada informasi dari Iwan, salah satu juru parkir di Dolly, ketika diwawancarai oleh surabayadetik.com pada 26 Oktober 2010, awalnya Dolly hanyalah perkampungan biasa yang dikelola oleh perempuan keturunan Belanda yang dikenal dengan nama Tante Dolly van der mart. Barulah pada tahun 1975 atau 1976 Dolly mulai ramai dikunjungi. Jadi dalam rentang waktu selama itu, Dolly dibiarkan berkembang tanpa ada tindakan tegas.


Nahi Munkar

Kita sebagai orang Islam tentunya mengetahui bahwa kembali ke aturan Islam adalah solusi utama. Dalam agama Islam, perbuatan zina dipandang sebagai perbuatan hina dan keji. Mendekati zina aja dilarang, apalagi melakukannya. Laa taqrobuz zinaa, ”jangan dekati zina”, firman Allah dalam surat al-Isro’ayat 32. Lalu kalau ada orang yang berzina, Islam memberikan sanksi tegas. Bagi yang belum menikah (pezina gharu muhshan) dikena sanksi cambuk sebanyak 100 kali dan diasingkan selama satu tahun dari negerinya. Allah berfirman. ”Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap orang dari keduanya seratus kali dera.....(An-nur:2). Ibnu Umar juga berkata, ”Sesungguhnya Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam telah mencambuk dan mengasingkannya (pezina ghairu muhshan), sesungguhnya Abu Bakar telah mencambuk dan mengasingkannya, dan sesungguhnya Umar pun mencambuk dan mengasingkannya
(HR. Bukhari). Sementara bagi yang sudah menikah (muhshan) dikena sanksi rajam, yaitu dilempari batu sampai meninggal. ”Laki-laki yang sudah tua dan perempuan yang sudah tua jika keduanya berbuat zina, maka rajamlah keduanya sebagai suatu hukum an dari Allah” (HR. Imam Ahmad:5/183, Al-Hakim:4/360, Ad-darimi: 2/179)
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apa yang mestinya dilakukan dalam menyikapi masalah ini? Sebelum menjawab pertanyaan ini, coba kita perhatikan sabda Rasul yang diriwayatkan oleh Muslim:
”Barangsiapa yang melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia merubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan hal ini adalah selemah-lemahnya Iman”
Dalam kitab Syarah Arba’in Nawawi, dijelaskan bahwa kewajiban merubah kemungkaran haruslah dengan tahapan-tahapan. Pertama, dengan tangan, dan ini hanya sanggup dilakukan oleh penguasa. Kedua, jika tidak mampu maka dengan lisan, dan ini bagi para penyeru kebajikan yang biasa menjelaskan kemungkaran-kemungkaran kepada masyarakat. Ketiga, bila orang tidak mampu merubah kemungkaran dengan tangan atau dengan lisannya, ia harus merubahnya dengan hatinya (berdoa).
Di sini menjadi jelas, bahwa kemungkaran seperti adanya praktik perzinahan di Dolly haruslah dirubah, hingga kemungkaran itu tidak lagi terjadi. Kalau perintah Rasul ini diabaikan, sementara kejahatan/kemungkaran sudah merajalela, maka siksa akan melanda semua orang, baik yang lurus maupun yang bengkok (jahat). Karena Allah akan menimpakan azab secara merata. Allah ta’ala berfirman, ”Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An-nur:63)
Dalam hal ini yang mampu merubah dengan tangan adalah para penguasa, karena penguasa memiliki kekuatan yang bisa dengan mudah memberangus kemungkaran. Maka anda wahai para penguasa, orang-orang yang berada dalam pemerintahan, anda memiliki kewajiban untuk menghentikan kemungkaran. Semua kemungkaran, termasuk kemungkaran di Dolly yang telah bertahan selama berpuluh-puluh tahun.
Kalaulah kita mengacu pada dalil yang menjelaskan tentang sanksi orang yang berzina, yaitu dicambuk atau dirajam, maka penguasa di negara kita tidak bisa melaksanakannya. Karena sistem hukum yang dipakai bukanlah Syariah Islam. Seandainya diterapkan Syariah Islam di Indonesia, maka mestinya sudah dari dulu Dolly tak beroperasi. Karena memang Syariah Islam adalah sebaik-baik hukum. Hal itu dikarenakan Syariah Islam langsung dari Allah, Tuhan Yang Maha Adil. Namun walau demikian, penguasa negeri ini tetap punya kewajiban melawan kemungkaran yang ada di Dolly.
Syukurlah, akhir-akhir ini kita mendapat informasi segar, bahwa penguasa negeri ini, khususnya di Jawa Timur, mulai sadar dan menginginkan agar kemungkaran yang ada di Dolly segera usai. Sebutlah Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur, Sukarwo dan Saifullah Yusuf yang mewacanakan penutupan Dolly. Wacana ini bergulir dan diamini oleh beberapa kalangan, baik di pemerintahan maupun non-pemerintah.
Hanya saja memang, kemungkaran yang sudah lama bercokol di Surabaya ini tidak mudah dihentikan begitu saja. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur boleh jadi menginginkan Dolly segera ditutup. Namun Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, dalam hal ini wali kota , berpandangan Dolly tidak bisa ditutup serta merta. Harus diberlakukan secara sistematis dan bertahap.
Untuk itu, Pemkot telah mempersiapkan skenario besar. Rencana tersebut meliputi strategi pembangunan, fisik, sosial, dan ekonomi untuk menutup tempat itu. Selain itu, Pemkot juga berupaya membatasi PSK yang ada di Dolly. Upaya tersebut antara lain; memasang Closed Circuit Television (CCTV) di sepanjang lokalisasi dan akses menuju lokalisasi, mengatasi kemiskinan dengan menggelar pelatihan dan pemberian bantuan, memberi modal bagi PSK yang ingin alih profesi, mengadakan pengajian rutin, mendirikan berbagai sarana publik di lokalisasi, dan bekerjasama dengan warga sekitar (Jawa Pos, 26&27/10/2010)
Di sisi lain, Pemerintah Kota Surabaya sebenarnya punya Peraturan Daerah (Perda) yang melarang adanya bangunan prostitusi di seluruh wilayah Surabaya. Perda tersebut adalah Perda nomor 7 tahun 1999. Dalam perda itu disebutkan melarang menggunakan bangunan untuk sarana prostitusi. Atau dengan kata lain tidak diperbolehkan ada tiap bangunan yang digunakan untuk membuka praktik prostitusi. Namun ia hanya sebatas peraturan namun tak kunjung diterapkan . Hal in dibenarkan oleh Wakil Ketua DPRD Surabaya, Ahmad Suyanto. Dia menjelaskan, bahwa aturan itu masih ada dan pihaknya memang sudah lama mendesak agar menutup Dolly, karena memang ia bukan hal yang baik bagi Surabaya. Menurutnya, menutup Dolly diperlukan kesabaran dan harus diberlakukan secara sistematis, bukan dengan secara frontal melakukan penutupan. Sikap frontal yang diberlakukan akan menambah masalah serta bukan merupakan solusi terbaik bagi Surabaya (detiksurabaya.com, 25/10/2010).

Ayo Dukung!

Terlepas dari perbedaan pandangan berbagai pihak mengenai penanganan Dolly, kita sebagai masyarakat ’biasa’ harusnya mendukung upaya penutupan dolly ini. Kita juga punya kewajiban untuk membumihanguskan kemungkaran ini. Masih ingatkah kita dengan hadits di atas yang berbunyi, faillam yastatik fabilisanihi ,”jika kalian tidak mampu merubah kemungkaran dengan tangan, maka rubahlah dengan lisan ”. Setidaknya kita bisa menyampaikan kepada khalayak pentingnya mendukung upaya pemerintah menutup Dolly ini. Kita juga bisa memberikan masukan kepada pemerintah apabila ternyata upaya yang dilakukan pemerintah kurang efektif, kurang besrsungguh-sungguh, dan kurang istiqomah.
Atau setidaknya, kita berdoa kepada Allah agar Dolly bisa segera ditutup. Agar Allah segera menyegarakan pertolongannya, agar Allah tidak menimpakan adzab kepada kita disebabkan kelalaian kita, dan agar para penguasa bisa tunduk dan melaksanakan syariah-Nya. Faillam yastatik fabiqolbihi, wa dzalika adh’aful iiman”, jika kamu tidak mampu merubah dengan tangan dan lisan, maka rubahlah dengan hati (berdoa), dan ia adalah selemah-lemahnya iman (HR. Muslim)
Semoga kita termasuk orang-orang senantiasa menyuruh yang ma’ruf (amar ma’ruf) dan mencegah kemungkaran (nahi munkar) dan semoga Allah menyegerakan pertolongan-Nya. Amiin.

  
*)Penulis adalah mahasiswa STAIL


Baca Selengkapnya......