Assalmualaikum wr.wb.
Alhamdulillah. Berkat karunia Allah SWT, yang telah memberi kita kesempatan dan kesehatan kepada kita. Untuk mensukseskan acara MUNAS II IKATAN MAHASISWA HIDAYATULLAH, maka kami selaku panitia MUNAS II IMHI mengundang saudara-saudara sekalian dalam acara tersebut yang akan dilaksanakan pada tanggal 14-20 September 2011 di Pondok Pesantren Hidayatullah Balikpapan.
Bagi teman-teman yang ingin mengikuti acara MUNAS II ini, silahkan download di sini.
proposal MUNAS II IMHI.rtf
Wassalamu'alaikum wr.wb
Ikatan Mahasiswa Hidayatullah Indonesia
Senin, 15 Agustus 2011
Musyawarah Nasional II IMHI
HIDAYATULLAH SURABAYA BER-RAMADHAN BERSAMA SYAIKH ADNAN, ULAMA PALESTINA
Pagi itu terasa ada sesuatu yang baru dan istimewa di masjid Aqshol Madinah, pondok pesantren Hidayatullah Surabaya. Tidak seperti biasanya kali ini ustadz Abdurrahman, ketua badan Pembina Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya, tidak menjadi imam shalat subuh. Kajian kitab kuning yang rutin dilakukan setiap pagi pun tidak terlihat. Pasalnya, di hari yang ke-8 dari bulan ramadhan itu, Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya kedatangan tamu agung dari Palestina, Syaikh Adnan Hasan Husain. Ulama yang juga hafidz (penghafal Al-quran) inilah yang menjadi imam shalat subuh serta mengisi tausiah di pagi yang penuh barokah itu.
Dengan penuh semangat dan berapi-api syaikh Adnan, begitu ia biasa disapa, ‘membakar’ motivasi para jama’ah yang hadir. Ia mengajak para jama’ah untuk mencintai Al-quran dengan cara mempelajari dan menghafalkannya dengan sungguh-sungguh. Ayat-ayat Al-quran dan hadits-hadits nabi mengenai keutamaan membaca, mempelajari, mengajarkan, serta menghafalkan Al-quran pun seringkali disampaikan agar jama’ah semakin termotivasi. Tak lupa, ia juga menyinggung nasib Palestina, negara yang sampai sekarang masih dijajah oleh Negara zionis Israel. Masjidil aqsho yang ada di Palestina, menurutnya, bukan hanya milik rakyat Palestina, namun juga milik kaum muslimin di dunia, termasuk rakyat Indonesia. “Al-aqsho bukan milik rakyat Palestina saja, tapi milik kita semua”, ujarnya dengan mimik serius.
Safari Ramadhan
Syaikh Adnan merupakan utusan dari “Maktabah Hay-ah Al-Ulama’ Falistiin Fii Shuria”, sebuah perkumpulan Ulama Palestina yang ada di negara Suriah. Ia dipilih untuk menjadi imam tarawih dan mengajarkan Al-quran di Indonesia selama bulan Ramadhan pada tahun ini.
Ia diminta untuk menjadi imam tarawih dan mengajarkan Al-quran di 3 tempat berbeda di Indonesia. Pada tanggal 1-7 Ramadhan di masjid Jogokaryan Jogjakarta, tanggal 8-14 Ramadhan di Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya, dan tanggal 15-21 Ramadhan di Wonogiri. Namun, rencana ke Wonogiri nggak jadi karena suatu sebab. Dan akhirnya, setelah dari Surabaya, Syaikh Adnan langsung ke Jakarta.
Di kota pahlawan ini (Surabaya), Syaikh Adnan tidak hanya menjadi imam tarawih di Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya. Di pondok ini ia hanya menjadi imam tarawih sebanyak 3 kali. Selebihnya, ia menjadi imam tarawih di masjid Manarul ‘Ilmi ITS (Institut Teknologi Sepuluh November), masjid Mujahidin di Perak, dan masjid Nuruzzaman UNAIR (Universitas Airlangga). Adapun untuk shalat lima waktu, ia melaksanakannya di masjid Aqshol Madinah, Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya.
Ada yang unik ketika ia menjadi imam tarawih. Tidak seperti imam tarawih Indonesia pada umumnya, ia membaca Al-quran di setiap shalat (satu salam) sebanyak satu juz. Jadi, dalam satu kali shalat tarawih, ia membaca sebanyak 5 juz.
Adapun kegiatan mengajar Al-quran dilaksanakan sebanyak 3 kali dalam sehari, di aula Rahmad Rahman, Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya. Pada sesi pertama, yaitu pukul 08:00-10:00, untuk siswa SD, SMP, dan SMA Luqman Al-Hakim. Sesi kedua, yaitu pukul 10:00-11:30, untuk para guru. Dan sesi ketiga, yaitu pukul 15:30-16:30 untuk mahasiswa STAIL (Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim) dan untuk umum.
Imam Tetap Masjid Al-Husain
Syaikh Adnan adalah orang Palestina, namun dia dilahirkan di Negara Suriah. Kedua orangtuanya, Hasan Husain Hasan dan Nouroh Muhammad Al-Kanji, hijrah dari Palestina ke Suriah pada tahun 1948. Kedua orangtuanya terpaksa meninggalkan negeri tercinta, Palestina, dan mengungsi di Dara’ah, Suriah karena pada tahun tersebut terjadi penyerangan besar-besaran oleh Negara penjajah Israel.
Di kota Dara’ah inilah, Syaikh Adnan dilahirkan pada tanggal 16 Oktober 1960. Begitu juga dengan ke-5 saudaranya; Umar (guru), Khalid (insinyur), Ta’ur (guru), Yasir (guru), dan Mansyur (guru). Mereka semua dilahirkan dan dibesarkan di kota Dara’ah, Suriah.
Syaikh Adnan memang dilahirkan di Suriah, namun kerinduannya untuk pergi ke Palestina sangatlah dalam. Bahkan, ia sangat ingin berjihad dan mati di sana. Namun sampai sekarang, cita-cita itu tak pernah diraihnya, karena tentara zionis Israel selalu menghalang-halangi.
Walau hidup di kota pengungsian, syaikh Adnan tak berkecil hati. Ia tetap semangat belajar sampai akhirnya ia menjadi seorang insinyur. Ia juga kemudian berhasil menghafal Al-quran dalam kurun waktu setahun lebih bebarapa bulan.
Ia pun menikah dengan Fatimah Muhammad Hasan, sepupunya sendiri. Dari hasil pernikahan mereka, Allah mengaruniakan 8 anak. 4 anak laki-laki, dan 4 anak perempuan. Mereka adalah Inas (dokter), Nasir (dokter), Muhammad (guru), Abdurrahman (mahasiswa), Imyash, (guru), In’am (mahasiswa), Salam (mahasiswa), dan Bayan (siswa SMA).
Dalam kesehariannya, ia menjadi imam shalat di masjid Al-Husain di kota Dara’ah, disamping bekerja sebagai insinyur. Ia menjadi imam tetap di setiap sholat, kecuali waktu dhuhur. Pada waktu dhuhur, dia sholat di masjid yang dekat dengan tempat kerjanya.
Selain itu, ia juga menjadi guru Al-Quran dalam daurah Al-Quran yang biasanya berlangsung sampai 3 bulan. Daurah ini dilaksanakan di masjid Al-Husain dan bisa diikuti oleh 500 peserta yang terdiri dari siswa SMP dan SMA. Syaikh Adnan merupakan salah satu dari pembimbing dalam satu
halaqoh, di mana satu halaqoh berkisar antara 10 sampai 15 orang.
Pohon Surga
Syaikh Adnan mengaku merasa senang berada di Indonesia. Indonesia, katanya, bagaikan potongan surga lantaran banyak pepohonan dan sungai. Dalam Al-Quran, lanjutnya, surga digambarkan memiliki pohon-pohon hijau serta sungai yang mengalir di bawahnya.
Dia juga merasa takjub melihat pesantren-pesantren yang ada di Indonesia. Fasilitas pesantren seperi bangunannya yang banyak, lapangan bola, dan lain-lain tersedeia lengkap di Indonesia. Di Suriah, katanya, pesantren yang ada sederhana. Bahkan, ada yang Cuma belajar di masjid dan di kebun.
Selain itu menurutnya, hubungan antara guru dan murid di Indonesia – khususnya di pondok pesantren Hidayatullah Surabaya – terlihat dekat. Di Suriah, katanya, seakan ada jarak antara guru dan murid. Padahal salah satu kunci keberhasilan proses belajar mengajar adalah kedekatan antara guru dan murid.
Sebelum meninggalkan Surabaya, pada hari senin 15 Agustus 2011 selepas sholat dhuhur, syaikh Adnan berpamitan sekaligus memberikan pesan-pesan kepada para santri dan ustadz Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya. Untuk para santri, ia berpesan agar menghormati para ustadz serta bersungguh-sungguh dalam belajar. Adapun untuk para ustadz, ia berpesan agar menyayangi para santri, lemah lembut, dan bersabar dalam mengajar mereka. Ia juga berdoa kepada Allah agar pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya menjadi pondok yang penuh barakah dan lahir darinya pejuang-pejuang Islam yang disebar ke penjuru dunia. Baca Selengkapnya......
Jumat, 03 Juni 2011
Film “?” dan Kotak Pandora
Oleh Muliyatun Nasyiah
(Mahasiswa STAIL Hidayatullah Surabaya,dan penulis novel "akatsuki")
Seperti sudah menjadi sifat dasar manusia, jika dilarang melakukan sesuatu, justru mereka semakin tertarik untuk melakukannya. Dalam kasus film berjudul “?” (baca: Tanda Tanya), misalnya, bukan tak mungkin keinginan masyarakat untuk melihatnya semakin besar seiring dengan gencarnya MUI yang melarang untuk menontonnya.
‘Belajar’ dari Pandora
Setelah mencoreng wajah umat Islam dalam film “Perempuan Berkalung Sorban”, sutradara Hanung Bramantyo muncul lagi dengan film yang bertajuk “?”. Dari judulnya saja, tentu sudah menarik perhatian sehingga menimbulkan penasaran. Tidak berbeda dengan film sebelumnya, film “?” pun merusak citra Islam dengan kampanye pluralisme yang telah difatwa haram oleh MUI. Akibatnya, film “?” menuai banyak protes dari berbagai pihak. Bermacam kajian pun digelar untuk mengantisipasi bahaya film ini bagi umat Islam.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah dengan melarang menonton film “?” masyarakat akan patuh? Tidakkah hal itu justru memunculkan “tanda tanya” bagi umat Islam untuk mengetahui sendiri seperti apa isi film itu?
Berkaitan dengan film “?”, KH. A. Kholil Ridwan, Ketua MUI Bidang Budaya, menyebutkan, “Film ini bau pluralisme agamanya sangat menyengat, padahal pluralisme agama adalah pluralisme teologis yang sudah difatwa MUI sebagai paham yang haram. Apabila umat Islam mengikuti paham itu, berarti dia murtad.” Lebih lanjut, beliau mengemukakan bahwa film “?” sangat berbahaya dan menyesatkan. Beliau menganjurkan umat Islam agar tidak menontonnya.
Rektor Universitas Islam Asy-Syafi’iyah (UIA) sekaligus Ketua MUI Bidang Advokasi Perempuan dan Perlindungan Anak, Prof. Dr. Tutty Alawiyah, berharap agar pihak yang berwenang menarik film itu dari peredaran karena jauh dari fakta sebenarnya.
Sementara itu, Fahmi Salim, MA, Direktur Lembaga Kajian Islam dan Arab (LemKIA) UIA yang juga anggota Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI menyatakan bahwa film “?” tidak layak ditonton umat Islam karena banyak hal prinsip dalam ajaran Islam yang dilecehkan –sengaja atau tidak sengaja– di film itu.
“Film ini jelas merusak, berlebihan, dan melampaui batas,” begitu komentar Dr. Adian Husaini, Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), mengenai film “?”. Lalu, Rokhmat S. Labib, M.E.I, Ketua Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengingatkan umat Islam agar memahami bahwa pluralisme merupakan ide yang sesat dan membahayakan akidah. Umat Islam tidak boleh ikut mengampanyekan pluralisme, justru harus menjelaskan bahwa ide ini sesat dan berbahaya. Yang juga penting adalah pemerintah harus mencegah tersebarnya ide-ide tersebut.
Menyimak ramainya komentar dan larangan menonton film “?” itu, mengingatkan kita pada kisah Kotak Pandora. Kotak Pandora adalah sebuah mitos Yunani tentang dewa yang menutup semua kejahatan dan bencana ke dalam kotak, lalu dia memberikan kotak itu kepada seorang wanita bernama Pandora dengan larangan untuk membukanya. Namun, sebagaimana sifat manusia pada umumnya, jika dilarang membuka sesuatu, justru semakin ingin membukanya. Pandora pun tidak memedulikan larangan itu dan membuka kotaknya. Akibatnya, kejahatan dan bencana turun ke bumi.
Ya, itu hanya mitos. Tapi, mitos itu sesuai dengan kepribadian manusia. Larangan menonton film “?” pun bisa mirip dengan kisah Kotak Pandora tersebut. Jadi, apa salahnya kita belajar dari Pandora dengan tidak mengulangi kesalahan yang telah dibuatnya.
Percaya dan Taat
Menyikapi adanya film “?”, tentu MUI tidak boleh cuek atau diam saja. Memang sudah selayaknya jika MUI menganjurkan umat Islam supaya tidak menontonnya. Yang jadi masalah sekarang adalah bagaimana seharusnya seorang Muslim menyikapi fenomena ini.
Sebenarnya, tidak ada salahnya menonton film “?” jika dimaksudkan untuk studi. Namun, kita perlu membentengi diri dengan akidah yang kuat. Jika persoalan akidah saja belum mantap, buat apa repot-repot mencari tahu tentang film “?” yang notabene buatan manusia. Lebih baik belajar Al-Quran yang merupakan kalam Ilahi dan memperdalam pemahaman agama agar tidak terombang-ambing dalam arus liberalisme dan pluralisme.
Kita tentu tidak ingin mengalami nasib yang sama dengan yang dialami Pandora dalam mitologi Yunani. Jika ada yang tetap ngotot ingin menonton film “?” padahal ilmu agamanya masih dangkal, kita perlu mengajukan “tanda tanya” kepada orang itu.
Sungguh, yang perlu dikembangkan sekarang adalah sikap percaya. Kita perlu percaya kepada MUI yang kredibilitasnya sudah teruji. Jika MUI mengimbau umat Islam untuk tidak menonton film “?” dengan landasan argumen yang kuat dan logis, seharusnya kita mematuhinya.
Sumber: http://mzaki371.wordpress.com/2011/05/11/film-dan-kotak-pandora/
Sabtu, 21 Mei 2011
Tiga Pupuk Meraih Takwa
Hal itu disampaikan oleh ketua IMHI, Abdul Wakit, sewaktu mengisi tausiah di hadapan Pengurus Pusat IMHI di masjid Aqshol Madinah Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya pada kamis, 19 mei 2011
Takwa, katanya, merupakan sebuah kata yang memang harus diperjuangkan. Karena ia merupakan sebuah bekal kita untuk kehidupan kita di akhirat.
Rasulullah bersabda, "Ad-dunyaa, mazro'atun lil-aakhiroh" (Dunia adalah ladang untuk akhirat. Artinya, kita disuruh untuk menanam sebanyak-banyaknya pohon amal di dunia, sehingga dengan pohon-pohon tersebut kita bisa memetik buahnya dan bisa kita jadikan bekal untuk akhirat. Namun ingatlah, sebaik-baik bekal adalah takwa.
Lalu dia pun menjelaskan apa itu takwa.
Menurut Imam Ar-Roghib Al-Asfani, takwa adalah sebuah upaya dalam rangka meninggalkan suatu perkara yang dilarang dan perkara-perkara yang tidak dilarang (mubah).
Yang perlu ditekankan di sini adalah, untuk mencapai takwa tidak cukup melaksanakan perintahnya. Namun harus juga meninggalkan larangan-Nya. Hal ini penting, karena kebanyakan manusia lebih fokus dan senang mengerjakan perintah-Nya dan cenderung kurang suka meninggalkan larangan-Nya. Oleh karena itu Rasulullah Saw mewanti-wanti hal ini.
Beliau bersabda;"Tidak disebut bertakwa jika tidak meninggalkan yang dilarang. Bahkan, meninggalkan sesuatu yang tidak dilarang".
Selanjutnya dia menjelaskan bahwa kalau kita menginginkan hasil panen tanaman kita baik dan banyak, maka mestinya merawatnya dengan baik dan memberinya pupuk secara rutin. Begitu juga dengan takwa. Untuk bisa meraihnya, kita bisa memupuknya. Sehingga dengan pupuk itu takwa bisa kita raih. Setidaknya ada tiga jenis pupuk untuk menumbuhkembangkan takwa.
Pupuk yang pertama adalah roja' (mengaharap). Kita berharap, bahwasanya Allah akan menolong kita. Kita berharap, kita akan masuk surga. Kita juga berharap agar amalan-amalan kita diterima oleh Allah. Pengharapan kita hanya untuk Allah, bukan untuk yang lain.
Pupuk yang kedua adalah khouf (takut). Yang dimaksud bukan takut pada manusia, tetapi takut pada Allah. Takut berbuat dosa dan takut jika dosa kita tidak diampuni oleh Allah.
Adapun pupuk yang ketiga adalah muroqobatullah (merasa diawasi Allah). Muroqabatullah ini sangan penting. Dengannya, kit akan berhati-hati dalam bertindak. Setiap kita beraktivitas, kita akan merasa bahwasanya Allah melihat kita. Sehingga, kita pun akan aman dari musuh kita, yaitu syaitan.
Sebelum tausiah diakhiri, dia memberikan penekanan, bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa. Sebagaimana Allah berfirman. "Inna akromakum 'indallaahi atqookum."(Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa)
Setelah tausiah selesai, kemudian dibicarakan agenda-agenda penting terkait program IMHI. Di antara yang dibahas ialah persiapan mengikuti lomba yang diadakan DISPORA ( Dinas Pemuda dan Olahraga) Surabaya dalam rangka memperingati hari ulang taun Surabaya ke-718. Dalam perlombaan yang akan diadakan pada tanggal 23, 24, 25, dan 26 Mei 2011 di Kapas Krampung Plaza Surabaya ini, IMHI akan mengikuti 2 jenis lomba. Yaitu lomba musik religi (nasyid dan hadrah) dan pameran kelompok usaha pemuda produktif (KUUP).
Ketua IMHI, Abdul Wakit, mengharapkan kepada peserta utusan perwakilan IMHI bisa memenangi perlombaan tersebut, karena IMHI sendiri berlatar belakang pesantren.
Baca Selengkapnya......
Kamis, 19 Mei 2011
Bermodal Keunikan
Jutaan makhluk yang hidup di bumi semesta ini. Dengan bebagai tekstur kulit yang indah dan bentuk yang unik membuat manusia terpikat dan terpukau dengannya. Kita stress, merasa kehilangan apabila hewan kesayangan kita mati atau bahkan ada yang sampai bunuh diri.
Setuju atau tidak, memang itu benar adanya. Manusia adalah makhluk biologis atau fisiologis dan manusia juga makhluk psikologis. Manusia disatu sisi punya sifat individualis disisi lain manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia disaat tertentu selalu berfikir rasional dan pada kesempatan yang lain manusia juga berfikir irasional. Masih banyak sebetulnya dimensi-dimensi yang melekat pada diri manusia kalau kita mau menelusurinya lebih jauh lagi, yang jelas manusia adalah mekhluk multidimensi yang tidak akan pernah ditemukan pada seluruh mahkluk yang ada di semesta alam ini.
Ketika manusia punya semua keunikan itu apa yang harus manusia perbuat? Berangkat dari pertanyaan ini maka jawabanya hanya satu yaitu berkaya. Sudahkah kita berkarya atau lebih jauh lagi, karya apa saja yang telah kita hasilkan sejak kita lahir ke semesta alam ini? kebanyakan dari jawaban anak manusia itu sangat simpel “ada dech..!” atau barangkali kalaupun ada bisa dihitung dengan jari, tak sebanding dengan modal keunikan yang dipunyai dengan hasinya. Maka meminjam kata-kata dari seorang pembisnis hal yang semacam itu dinamakan defisit. Artinya manusia dalam kerugian yang nyata.
Lalu bagaimana sikap anak manusia ketika terjadi defisit dalam hidupnya. Salah satu solusi yang paling ampuh saya kira adalah reorientasi hidup, mengenali, megingat dan me_refresh kembali apa tujuan kita lahir ke semesta alam ini dan kemana ending dari sebuah perjalanan panjang anak manusia. Kalau reorientasi belum bisa menghasilkan karya-berikutnya. Maka perlu kita tanyakan apa yang terjadi dengan kamu anak manusia.
Sungguh hanya dengan karya-karya yang kita hasilkan saja yang dapat kita jadikan bekal dalam pejalanan yang saat itu tidak ada kesempatan lagi untuk berkarya. Wahai anak manusia berkaryalah, ukir hari-harimu dengan modal keunikan yang kamu miliki. Agar tidak menyesal kemudian. Pada saatnya nanti orang sekitarmu menikmati karyanya smentara kamu hanya berdiri mematung sambil mengemut telunjukmu sendiri lantaran tak ada karya sedikitpun yang dapat kamu nikmati. Wallahu a’lam bisshawab
Minggu, 15 Mei 2011
Budaya Ilmu dan Kemenangan Islam
Dulu, katanya, tatkala Islam terkalahkan oleh pasukan salib, Imam Gazali uzlah dan merenung bagaimana caranya agar Islam ini menang. Dia melihat, seluruh elemen mayarakat tertimpa penyakit dan sulit disembuhkan, sehingga wajar pasukan Islam dicerai beraikan oleh tentara salib. Akhirnya Imam Gazali berkesimpulan, bahwa solusi terbaik ialah memperkuat diri yang dimulai dari ilmu. Hal itu dia lakukan dengan membina masyarakat dan membangun madrasah-madrasah. Dia juga mengarang kitab Ihya’ Ulmuddin (Menghidupkan Ilmu Agama) yang kemudian menjadi kitab fenomenal di dunia Islam.
Makanya tidak mengherankan, bertahun-tahun kemudian lahirlah generasi emas yang mampu meluluh lantakkan pasukan salib. Di antara tokoh yang lahir berkat upaya yang dilakukan Imam Gazali ini adalah Shalahuddin Al-Ayyubi, tokoh pembebas Palestina. Namun, lanjut ustadz Cholis, sebenarnya yang memiliki kualitas keislaman yangb baik tidak hanya Shalahuddin Al-Ayyubi. Ada sekitar 5.000 orang yang hidup di masa itu yang memiliki kualitas sama dengan Shalahudin Al-Ayyubi.
Hal ini menunjukkan bahwa membangun budaya ilmu sangat penting untuk kejayaan Islam. Islam bisa bangkit dari keterpurukan dengan membangun tradisi ilmu terlebih dahulu.
Ustadz yang merupakan salah satu senior wartawan majalah Suara Hidayatullah ini pun menjelaskan, mengapa Gaza sampai sekarang tetap bertahan, tidak bisa dihancurkan oleh Israel. Di Gaza, katanya, budaya ilmu tercipta. Membaca dan menghafal Al-Quran menjadi kebiasaan para pemudanya. Ibadahnya pun tidak ketinggalan, termasuk sholat tahajjud.
Beliau juga memaparkan fakta, bahwa ustadz Abdullah Sa’id, selaku pendiri Hidayatullah memiliki kecintaan yang luar biasa terhadap ilmu. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya buku yang dia baca. Oleh karena itu, ustadz yang sekarang mendapat amanah sebagai Redaktur Pelaksana hidayatullah.com ini menghimbau kepada para mahasiswa yang hadir agar bisa mencontoh beliau.
Selain itu, ustadz Cholis juga memberikan triger kepada mahasiswa agar bisa menjadi penerus Islam yang bisa menjadikan Islam jaya, tidak terpuruk. Mahasiswa harus bisa melawan musuh-musuh Islam. Musuh-musuh Islam di era sekarang, katanya, memerangi Islam dengan sangat halus. Contoh kecil, ialah, Barat mulai berhasil mengahapus kata JIHAD dan I’DAD di dunia Islam. Berbicara sedikit saja tentang jihad, maka akan dianggap teroris. Padahal kunci kemenangan Islam terletak pada keduanya.
Kajian Ilmiah IMHI pada pertemun ini bertema “Budaya Ilmu di Hidayatullah (Studi Komparatif Pendiri Hidayatullah (ustadz Abdullah Sa’id ) dan Kultur Jama’ah)”. Mahasiswa yang hadir merupakan Pengurus Pusat IMHI, perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STAIL, Lembaga Dakwah Kampus (LDK) STAIL, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Dakwah STAIL, dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Tarbiyah STAIL. Kajian yang mengupas tema-tema seputar mahasiswa dan Hidayatullah ini diagendakan setiap bulan sekali dan bertempat di kantor majalah Suara Hidayatullah suarabaya.
Baca Selengkapnya......
Jadilah Man Of Action, bukan Man of Idea
Adapun yang mendapat amanah pada hari itu adalah Muhammad Luqmanul Hakim. Dalam tausiahnya, Luqman menjelaskan pentingnya beramal setelah kita beriman dan berilmu.
Dalam Al-quran, katanya, kata ‘amal’ selalu bergandengan dengan kata ‘iman’. Dalam surat al-‘ashr, misalnya, ada ayat yang berbunyi, “Illalladziina aamanuu wa’amilus shoolihaati ….” (“kecuali orang-orang yang beriman beriman dan beramal shaleh….). Ini menandakan bahwa, orang yang beriman haruslah beramal, karena kalau tanpa amal, maka imannya tak akan berguna.
Itulah pentingnya amal, melaksanakan apa-apa yang kita yakini dan apa yang kita ketahui. Setelah beriman dan setelah berilmu, maka langkah selanjutnya adalah mengamalkan. Kalau tidak, ibarat pohon yang tidak berbuah. Tidak ada manfaatnya bagi kehidupan. Dalam hal ini, terdapat hadits yang mengatakan, “Al-‘ilmu bilaa ‘amalin kas syajari bilaa tsamarin”. Artinya, “Ilmu tanpa ‘amal, seperti pohon tanpa buah”.
Salah satu latar belakang berdirinya Hidayatullah, lanjutnya, adalah ada kaitannya dengan hal ini. Selama ini, Islam hanya terlihat indah dalam wacana dan teori, tapi belum mewujud dalam kehidupan nyata.
Penjelasan mengenai Islam melalui buku-buku, lewat ceramah, dalam bentuk teori sudah cukup banyak. Akan tetapi yang diperlukan mendesak ialah wujud praktiknya yang bisa disaksikan langsung di lapangan.
Ustadz Abdullah sa’aid selaku pendiri Hidayatullah pun, telah mempraktekkan konsep ini. Sampai-sampai Prof. Dr. M. Amin Rais, Mantan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah dan Mantan Ketua MPR-RI, mengatakan bahwa ustadz Abdullah Sa’id adalah man of action, bukan man of idea. Maksudnya, ustadz bukanlah orang yang hanya pandai memiliki ide dan gagasan, namun juga orang yang pandai mewujudkan apa yang telah digagas. Berdirinya Pondok Pesantren Hidayatullah yang akhirnya tersebar di seluruh daerah di Indonesia, adalah salah satu buktinya.
Agenda halaqoh tausiah ini diselenggarakan untuk memperkuat barisan internal pengurus. Dengan harapan, IMHI ke depan bisa lebih baik dan lebih jaya. Adapaun halaqoh lain yang bersifat rutin ialah halaqoh muhasabah yang diadakan setiap selasa pagi, dan halaqoh quran yang diadakan setiap rabu pagi.
Baca Selengkapnya......